Kanal

Pro-Kontra

Populer

Kirim Tulisan

Paman Donald dan Eyang Joe

Karakter Trump yang keras kepala, angkuh, arogan, dan kurang sopan santun, serta postur badan yang tinggi besar cocok mewakili karakter khas Amerika yang tercermin pada sosok Paman Sam.

Paman Sam atau Uncle Sam, karakter adalah Samuel Wilson asal New York yang pada abad ke-19 dianggap sebagai tokoh yang mewakili cikal bakal nasionalisme dan patriotisme Amerika.

Perawakan Paman Sam tinggi besar, kulit putih, mata biru, rambut agak gondrong, memakai topi tinggi berlambang strip and banner dan menudingkan telunjuk dengan pongah berkata, “I Want You”.

Gambaran itu pas dengan Trump yang layak disebut Uncle Donald atau Paman Donald, yang paham betul akan psikologi masyarakat kulit putih Amerika yang rindu akan kejayaan supremasi kulit putih.

Trump membawa semboyan MAGA (Make American Great Again) untuk mengembalikan supremasi yang hilang. Trump bersumpah akan membangun tembok sepanjang perbatasan dengan Meksiko untuk menghalangi para imigran hispanik yang menyerobot ke Amerika.

Para imigran itu dianggap mencuri pekerjaan dari pekerja kulit putih karena mau dibayar dengan upah murah. Trump dengan tegas mengatakan akan menghentikan imigrasi termasuk imigran Islam dari Timur Tengah.

Kedatangan imigran dianggap melunturkan identitas Amerika. Sekarang ini para imigran hispanik bisa hidup di Amerika seumur hidupnya tanpa bisa berbahasa Inggris satu kata pun, karena bahasa hispanik sudah menjadi bahasa kedua di Amerika.

Para imigran itu tinggal di gheto dan enclave bersama dengan komunitas mereka tanpa ada akulturasi budaya dengan budaya Amerika. Alih-alih menjadi melting pot budaya multikultural Amerika lebih mirip salad atau gado-gado.

Hal ini membuat risau pemikir sekelas Samuel Huntington yang mempertanyakan identitas keamerikaan yang luntur, “Who Are We? The Challenges to America’s National Identity” (2004).

Kerisauan akan lunturnya identitas kulit putih Amerika ini dengan jeli ditangkap oleh Paman Trump dan merumuskannya dalam MAGA. Dalam demo besar-besaran BLM (Black Lives Matter) setelah tewasnya George Floyd, Trump terang-terangan berada pada garis depan penentang BLM.

Dalam perang dagang melawan China, Trump gas poll tidak pakai rem, menuduh China merampas dan merampok perusahaan Amerika, dan menuduh China sengaja menyebar pandemi ke seluruh dunia.

Lawan politik menuduh Trump pembohong. Harian The New York Time menggambarkannya sebagai Pinokio. Tapi, Trump tak merasa bohong. Ia berbicara kepada pendukungnya dan mengatakan apa yang ingin didengar oleh pendukungnya, tidak peduli benar atau salah.

Tulisan ini sepenuhnya tanggung jawab penulisnya. Tak sependapat dengan tulisan ini? Silahkan tulis pendapat kamu di sini

Tulisan ini sepenuhnya tanggungjawab penulisnya. Redaksi Katarsis.id tidak memiliki tanggungjawab apapun atas hal-hal yang dapat ditimbulkan tulisan tersebut, namun setiap orang bisa membuat aduan ke redaksi@katarsis.id yang akan ditindaklanjuti sebaik mungkin.

Ingin Jadi Penulis, silahkan bergabung di sini.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Dhimam Abror
Dhimam Abror
Jurnalis

Artikel Terkait