KATARSIS.ID –Â Beberapa hari belakangan ini kosakata “action plan” banyak disebut orang, dan kelihatannya bakal menjadi diksi baru dalam kamus politik Indonesia.
Hal itu terungkap dalam sidang Jaksa Pinangki Sirna Malasari, yang didakwa terlibat dalam korupsi kasus pembebasan Djoko Sugiarto Tjandra.
Dalam sidang itu terungkap ada 10 action plan yang ditulis Pinangki dalam bentuk proposal, berisi tahapan-tahapan pembebasan Djoko Tjandra.
Dalam proposal itu Pinangki mengajukan anggaran 100 juta dolar AS, yang kemudian oleh Djoko Tjandra disetujui sebesar 10 juta dolar AS atau sekitar Rp 150 miliar.
Action plan ini menjadi heboh karena menyebut-nyebut nama para petinggi hukum di kejaksaan termasuk jaksa agung dan mantan ketua Mahkamah Agung (MA).
Tentu saja tuduhan dalam action plan ini dibantah. Meski demikian terminologi “action plan” langsung menjadi trending topic dan viral di medsos.
Netizen yang kritis mengecam action plan senilai ratusan miliar rupiah itu, sambil mengatakan bahwa ia pernah membuat action plan di level RT senilai Rp 1,5 juta untuk biaya agustusan, itupun tidak di-acc oleh Pak RT.
Action plan Pinangki itu mengungkap bahwa kasus-kasus korupsi besar selalu bersilang-sengkarut, melibatkan berbagai institusi hukum mulai dari kepolisian, kejaksaan, dan kehakiman. Seperti air yang mengalir sampai jauh, korupsi juga mengalir sampai jauh dan sulit dilacak.