Dalam setiap dialog atau acara tanya jawab di seminar, diskusi maupun siaran yang membahas perkoperasian, ada sebuah pertanyaan yang selalu muncul, “Kenapa Koperasi bunganya lebih besar dari Bank umum?”
Sebuah pertanyaan dengan nada kecewa, bahkan nyaris tidak ada kepercayaan pada perkoperasian sebagai suatu gerakan ekonomi rakyat yang bertujuan untuk kemakmuran rakyat.
Pertanyaan yang lagi-lagi membuat harus membela perkoperasian, walau di lapangan faktanya memang bunga yang ditawarkan Koperasi lebih tinggi dari Bank Umum.
Ada 3 hal tersirat yang harus dijawab dan diluruskan dalam pertanyaan tersebut.
Pertama, walau bukan membahas Koperasi Simpan Pinjam, pertanyaan ini selalu muncul, seolah Koperasi itu hanya berjenis kelamin Simpan Pinjam. Seolah dunia perkoperasi hanya suatu usaha atau kegiatan Simpan Pinjam saja.
Menjawab pertanyaan semacam ini, harus diberikan penjelasan dan wawasan bahwa Koperasi bukan hanya soal simpan pinjam. Bahwa Koperasi itu adalah badan usaha, adalah bentuk suatu permufakatan untuk berusaha, yang bisa bergerak di semua bidang usaha, tergantung pilihan yang diambil oleh orang-orang yang mendirikan usaha berbentuk badan hukum Koperasi tersebut.
Masyarakat harus secara terus menerus di-edukasi bahwa Koperasi dikelompokan pada 4 kelompok sesuai dengan jenis usahanya; Koperasi Konsumen, Koperasi Produksi, Koperasi Jasa dan Koperasi Simpan Pinjam (KSP). Tiga Koperasi pertama adalah jenis yang bergerak di sektor Real dan yang terakhir, KSP, adalah yang bergerak di sektor jasa keuangan.
Pengelompokan berdasar jenis koperasi ini tentunya disesuaikan dengan kebutuhan para anggotanya. Bagi anggota yang mendirikan Koperasi untuk memenuhi kebutuhannya atau masyarakat di sekitarnya, maka dirikan Koperasi Konsumen. Sementara Koperasi bagi para wirausahawan, petani, nelayan atau masyarakat yang memproduksi suatu produk dalam rangka pemasaran hasil produksinya, dalam rangka menyediakan bahan baku dan sarana produksi, pilihan yang cocok adalah Koperasi Produsen.
Sedangkan Koperasi Jasa didirikan oleh anggota yang melayani Jasa bagi anggota atau masyarakat, khusus jasa non simpan pinjam, seperti usaha konsultan, tenaga kerja, pendidikan dan lainnya. Dan terakhir Koperasi Simpan Pinjam yang khusus melayani Jasa Keuangan bagi para anggotanya.
Yang kedua, kesan yang muncul dari pertanyaan tersebut “koq banyak sekali koperasi ambil untung”. Suatu hal yang aneh bila nasabah KSP, apalagi jika anggota, mempertanyakan hal ini. Karena, mau sebesar apapun untung KSP, pasti untung tersebut akan kembali juga ke anggota. Mestinya anggota tidak perlu keberatan, karena bagaimana cara suatu KSP mendapatkan untung pasti seorang anggota ikut juga menentukan.
Selain itu adalah aneh jika nasabah atau anggota bertransaksi dengan KSP malah terasa memberatkan. Padahal diantara tujuan adanya suatu koperasi adalah untuk membantu Anggota, untuk bergotong royong meringankan segala sesuatu yang berat.
Dalam kasus kedua ini, kita perlu terus menerus sampaikan apa yang menjadi hak-hak dari anggota Koperasi. Apa yang jadi tujuan dari suatu Koperasi, yang bukan sekedar mencari untung bagi usahanya, apalagi dengan jalan memeras anggotanya.
Jika sebuah Koperasi, apalagi yang berjenis simpan pinjam (KSP), malah keberadaannya memberatkan, maka para anggota boleh ragu dan mempertanyakan keberadan KSP tersebut. Bisa jadi itu bukan Koperasi dengan jati diri Koperasi, tapi sebuah usaha rente yang memanfaatkan badan hukum koperasi.
Ketiga, “kog bunga besar?“, ini pertanyaan yang sangat menampar. Kenapa bisa Koperasi jadi ikut ikutan terjebak dengan system bunga? Yang akhirnya menjauhkan Koperasi dari fitrahnya sebagai kekuatan ekonomi rakyat untuk saling bergotong royong, untuk saling membantu. Dalam koperasi, pada dasarnya yang kuat modalnya membantu yang kekurangan modal, dengan cara yang adil buat keduanya.
Dari semangat Koperasi tersebut, bisa dipastikan dan tegaskan Koperasi fitrahnya adalah syariah. Fitrahnya saling tolong menolong, saling bahu-membahu membangun kekuatan ekonomi bersama. Tidak mengambil keuntungan semena-mena tapi berdasarkan kesepakatan semua anggotanya.
Memang sebuah koperasi harus mendapatkan untung agar dapat berjalan baik sebagai layaknya sebuah badan usaha, tapi bukan keuntungan yang tutup-mata dengan realitas anggotanya.
Semestinya dalam semangat saling mengulurkan tangan sebagai prinsip koperasi, maka istilah bunga, layaknya makna yang dipakai perbankan umum, tidaklah ada. Yang ada hanya kesepakatan bagaimana bagi hasil bisa didapatkan oleh Koperasi dan keberadaan Koperasi sekaligus bisa membantu anggotanya dalam hal permodalan.
Bagi hasil, bagi untung, jual beli, itulah fitrah Koperasi jenis KSP, bukan bunga yang hanya cari untung sepihak yang ditentukan sepihak.
Tiga hal tersebut sudah semestinya terus menerus disampaikan oleh penggiat koperasi pada anggotanya, juga disampaikan secara jernih oleh pemerintah dalam pembinaan perkoperasian. Sehingga, tercapai tujuan Koperasi sebagai KEKUATAN EKONOMI RAKYAT, yang sejalan dengan amanah UUD 1945, pasal 33 ayat 1, bahwa Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan.
Surabaya, Februari 2014