Anies yang pantang menyerah
Jalan yang kami lalui bersepeda adalah jalan padat dengan polusi tinggi. Anies mengambil resiko membudayakan penggunaan sepeda dijajaran kekuasaannya. Dari segi kenyamanan, Anies terlihat sudah adaptasi bersepeda dengan pakaian dinas. Saya sendiri masih beli sepatu dan kaos kemarin sebelum bersepeda dengannya.
Adaptasi Anies melakukan inspeksi dengan bersepeda menunjukkan Anies berjiwa keras. Ketika semua pejabat sibuk menggunakan mobil mewah dan pengawal berserine berbiaya mahal uang rakyat, Anies meyakini dengan sepeda jarak tempuhnya lebih efisien.
Pepatah mengatakan “tetesan air tetes demi tetes ke bawah, akan memecahkan batu karang di bawahnya”. Kerasnya jiwa Anies pasti akan berbuah. Misi Anies membangun peradaban dengan transportasi bersepeda adalah “mission imposible”. Tapi seperti “Tom Cruise” dalam “mission impossible”, keberanian, “insting” dan mencoba sebuah kesempatan, akan membuahkan kesuksesan.
Anies dan Rakyat
Mobil-mobil pejabat kita adalah mobil mahal yang selalu ingin berjalan terburu-buru di keramaian, di pandu serine. Jika nanti mobil-mobil Jepang itu, kalau berhasil diganti rezim Jokowi dengan mobil China, tetap saja pejabat itu di atas mobil dengan serine pemandu. Pejabat-pejabat di mobil mewah dan semakin hari pejabat-pejabat kita, menurut pengamat barat, adalah anak-anak orang kaya saja yang bisa jadi pejabat, membuat mereka tidak mengerti rakyat itu apa. Apalagi rakyat jelata.
Anies mengkuliahi saya sepuluh menit habis menjadi Imam Sholat Maghrib di Mushalla kecil di taman RPRTA. Dia mengatakan bahwa problem pokok bangsa kita adalah keadilan sosial. Bagaimana jalan keadilan sosial itu dan bagaimana orang-orang miskin bisa terlindungi.
Memang perjalanan Anies bersepeda ke RPRTA daerah Tanah Tinggi, Jakarta Pusat ini menunjukkan Anies dekat dengan orang-orang miskin. Di sepanjang jalan dia membiarkan tangannya dicium atau di salami orang-orang di pinggir jalan. Bukan dari orang-orang yang tangannya berparfum wangi, tapi tangan penuh bau keringat dan kasar. Selalu tersenyum membalas lambaian tangan warga diantara kepulan debu, asap dan keringat.
Saya menyampaikan juga situasi politik pada Anies, bahwa kondisi politik yang di setir orang-orang kaya di hampir semua elit negara kita, saat ini, mengharuskan Anies menjadi contoh tauladan pejabat yang cinta rakyat miskin. Biar rakyat masih punya asa.
Catatan Akhir
Sebagai orang berbasis pendidikan teknik, saya selalu terjebak dengan ukuran kuantitatif dalam menilai kesuksesan orang. Tapi bersepeda dengan Anies hanya bisa didalami secara kualitatif. Bagaimana Anies berusaha menjadi tauladan bahwa membangun itu artinya untuk mengangkat derajat orang-orang miskin. Bagaimana orang-orang miskin bisa terlindungi jika pejabat-pejabatnya saja tidak mengerti atau dekat dengan orang-orang miskin?
Suatu hari Aburizal Bakri mengatakan pada saya bahwa dia baru tahu orang miskin dan kemiskinan itu pada umur 60-an, ketika SBY mengangkatnya jadi Menko Kesejahteraan Rakyat. Sejak itulah kata Aburizal dia mau berinteraksi dengan orang-orang miskin. Dan mau dipanggil Haji Abu (Rizal).
Sebaliknya, Anies dengan bersepeda berhari-hari dalam seminggu telah menunjukkan kecintaannya dengan rakyat kecil dan kekuatan misinya mengangkat kehidupan mereka. Namun, risiko bersepeda diantara kepulan asap dan pemotor yang terburu-buru bisa mengancam jiwa Anies juga. Semoga rakyat Jakarta, dalam dua tahun Anies memimpin, bisa menerima dan mencontoh ketauladan dia itu.