Korupsi patron-klien semacam ini selalu terselubung halus dan tidak gampang terendus, karena dilakukan dalam action plan yang lembut, profesional, dan canggih.
Kasus Djoko Tjandra dan Pinangki menjadi drama korea yang menegangkan dan kompleks, karena melibatkan institusi Kejaksaan dan Kepolisian. Drama menjadi sensasional karena ada bumbu yang melibatkan harta, takhta, dan wanita.
Gaya hidup jetset Jaksa Pinangki yang lebih mirip selebritas papan atas membuat banyak pihak menahan nafas menunggu ending drakor ini.
Ketika gedung Kejaksaan Agung terbakar, dan polisi mengendus indikasi kesengajaan maka kasus menjadi cerita suspens perpaduan drakor dan sinetron India.
Lakon sentral drakor ini adalah Pinangki yang menjadi kunci dan mahkota kasus ini. Di persidangan Pinangki tampil berhijab, mengundang komen nyinyir netizen.
Maklumlah. Sekarang banyak orang yang memonopoli hidayah dan merasa dirinya agen tunggal hidayah seperti agen pulsa atau elpiji. Mereka lupa bahwa agen tunggal hidayah adalah Allah Yang Mahakuasa, lewat jalan apa pun.
Nenek moyang kita zaman old mengingatkan akan bahaya “tiga ta”, harta, takhta, dan wanita.
Di zaman now godaan menjadi lebih besar dari “tiga ta”, karena ada harta, takhta, wanita, Jakarta, Toyota, balaikota, sepeda, jaksa…(*)