Prancis menjadi republik yang lebih demokratis pasca Napoleon. Tetapi warisan revolusi Prancis yang sekuler membuat negara itu melakukan pemisahan yang sangat keras antara negara dan agama. Semangat revolusi Prancis yang sekuleritis itu menjalar ke seluruh Eropa.
Prancis dan Eropa, kata Ben Saphiro dalam “The Right Side of History” (2020) berada pada sisi sejarah yang salah karena menghilangkan peran agama dalam demokrasi.
Menurut Saphiro revolusi Amerika Serikat 1776 berada pada sisi sejarah yang benar, the right side of history, karena memberi tempat yang tepat terhadap agama.
Deklarasi kemerdekaan Amerika, menurut Saphiro, didasarkan pada dua poros, “Poros Athena” dan “Poros Jerusalem”. Poros Athena, Yunani, adalah poros akal dan rasionalitas, dan Poros Jerusalem adalah poros agama dan iman.
Sampai sekarang, menjelang Pilpres Amerika 3 November, tarik-menarik antara konservatisme agama vs liberalisme-sekuler masih tetap sangat kuat. Konservatisme diwakili oleh kubu inkumben Donald Trump-Mike Pence dari Partai Republik berhadapan dengan penantang Joe Biden-Kamala Harris dari Partai Demokrat yang liberal.
Kemenangan Trump akan diwarnai dengan menguatnya peran agama dalam politik, dan sebaliknya kemenangan Biden akan membawa kebebasan individual lebih besar dan meminimalkan peran agama.
Di Indonesia Habibie berbicara mengenai “Imtak” paduan iman dan takwa. Jargon Habibie “Otak Jerman, Hati Mekah” sama dengan konsep dua poros Ben Saphiro.
Pancasila adalah adonan yang pas antara dua poros itu. Pancasila yang memberi peran yang penting pada agama tanpa harus menjadi negara agama akan menempatkan Indonesia pada “the right side of history”, sisi sejarah yang benar.
Karena itu reaksi keras pemerintah dan masyarakat Indonesia terhadap kasus Makron bisa dipahami, meskipun ada juga reaksi yang rada emosional dengan menyerukan boikot terhadap produk Prancis.
Tanpa seruan boikot pun kita sudah melakukan boikot alamiah terhadap beberapa produk Prancis karena harganya yang tidak terjangkau kantong.
Mungkin boikot “endek-endekan” dengan tidak membeli produk Danone, seperti air kemasan atau roti biskuit, kita masih boleh tahan.
Tapi untuk produk-produk high-end Prancis kita sudah otomatis boikot seumur hidup karena tidak mampu beli Louis Vuitton, Hermes, Chanel, Peuggeot, Citroen. (*)