Kanal

Pro-Kontra

Populer

Kirim Tulisan

Risma VS Khofifah: “Perang” Dua Srikandi Jawa Timur

Menpora Zainudin Amali pun terkena getahnya. Ia yang ingin menengok stadion GBT tidak bisa masuk karena terkunci. Politis Golkar ini dipermalukan, dan partainya–dengan rada lebay–mengancam akan menginterpelasi Risma.

Di tengah suasana panas ini tetiba Khofifah menyiramkan minyak ke api dengan komentarnya mengenai GBT bau sampah. Api pun merantak kemana-mana.

Tidak boleh ada matahari kembar di Surabaya yang sudah terlalu panas ini. Perseteruan Risma vs Khofifah makin bikin Surabaya tambah gerah. Risma dan Khofifah adalah singa betina, perempuan kuat, Iron Ladies ala Margaret Thatcher, super women yang sama-sama bertipe one woman show.

Risma sudah membuktikan diri sebagai perempuan kuat. Sepuluh tahun ia bekerja sendiri tidak butuh wakil walikota. Bambang DH hanya betah beberapa bulan saja menjadi wakil Risma. Whisnu Sakti Buana sama sekali tidak sakti begitu menjadi wakil Risma. Wisnu tak punya peran, lalu diam-diam membangun kekuatan melalui partainya, PDIP. Tapi manuver ini ketahuan dan sekarang Whisnu dipereteli kekuatannya di PDIP.


Di sisi lain, Khofifah sudah terbukti dan teruji kecerdikan dan kecerdasannya dalam berpolitik. Jam terbangnya tinggi dan manuver-manuvernya canggih. Ia terbukti sukses mengalahkan Gus Ipul yang sepuluh tahun mempersiapkan diri. Sepuluh tahun Gus Ipul nglakoni tirakat politik menjadi wakil gubernurnya Soekarwo. Di detik-detik akhir yang krusial Khofifah menyalip di tikungan dan mendapatkan dukungan dari Soekarwo. Tinggallah Gus Ipul sekarang menikmati “Ngopibareng di Pintu Langit”.

Seperti halnya Soekarwo, Khofifah terlalu cerdas dan seolah tak terlalu memerlukan wakil. Gus Ipul 10 tahun merasakan pengalaman itu bersama Soekarwo. Emil Dardak, wakil Khofifah, yang juga cerdas, harus pandai-pandai menempatkan posisi sejak dini, kalau tidak mau menjadi Gus Ipul Second Edition.

Risma dan Khofifah, dua singa betina politik ini sekarang berada pada palagan yang sama. Mereka belum berhadap-hadapan vis a vis. Tapi hal itu tak terhindarkan tahun depan ketika Surabaya harus memilih walikota baru.

Adu kuat Risma Factor vs Khofifah Factor akan dominan. Siapa didukung Risma, siapa didukung Khofifah, sudah terlihat sosoknya meskipun masih lamat-lamat. Ada nama Erry Cahyadi yang menjadi protege Risma. Ada Zahrul Azhar Asad alias Gus Hans yang punya hubungan dekat dengan Khofifah. Dua-duanya punya peluang. Pertempuran akan alot.

Risma tentu tak mau legasi-nya jatuh ke tangan orang lain. Ia akan mati-matian memastikan legasi-nya berlanjut di tangan orang yang dipilihnya. Di sisi lain, Khofifah perlu mengonsolidasikan kekuatannya di Surabaya. Menjadi gubernur tapi tidak bisa menguasai Surabaya seperti pakai sepatu dengan kerikil di dalamnya, sangat tidak nyaman.

Masa depan politik Risma pasca-Surabaya masih jadi tanda tanya. Ia tidak maju di pilgub Jatim 2018 dan tidak masuk dalam gerbong kabinet tahun ini. Ia harus menunggu resafel kabinet atau harus menganggur sampai 2022 kalau PDIP menjagokannya di pilgub DKI menantang Anies Baswedan. Tapi, vakum dua tahun dari spotlight politik akan membuat Risma terpinggirkan dari panggung politik. Risma harus tetap berada di spotlight pencitraan untuk menjaga peluangnya di 2022. Karena itu panggung Surabaya tak boleh lepas dari Risma.

Di panggung yang lain Khofifah tengah menikmati spotlight politik. Ia punya panggung besar dan luas untuk menapaki peluangnya di pilpres 2024. You’ll never know. (*)

Tulisan ini sepenuhnya tanggung jawab penulisnya. Tak sependapat dengan tulisan ini? Silahkan tulis pendapat kamu di sini

Tulisan ini sepenuhnya tanggungjawab penulisnya. Redaksi Katarsis.id tidak memiliki tanggungjawab apapun atas hal-hal yang dapat ditimbulkan tulisan tersebut, namun setiap orang bisa membuat aduan ke redaksi@katarsis.id yang akan ditindaklanjuti sebaik mungkin.

Ingin Jadi Penulis, silahkan bergabung di sini.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Dhimam Abror
Dhimam Abror
Jurnalis

Artikel Terkait