Beberapa Tantangan Utama Menjadikan Sepeda moda Transporrtasi:
1) Kultur. Sejak tahun 70 an, ketika sepeda motor membanjiri kita sebagai alat transportasi, sepeda mulai tersingkir. Jogyakarta adalah kota terakhir di mana sepeda menjadi alat penting transportasi. Sejak era 2000an ketika sepeda motor dijual dengan kredit perbankan besar-besaran, praktis puluhan juta sepeda motor menghiasi jalanan.
Pilihan sepeda motor atas sepeda dalam perkembangan awal ditandai dengan alasan status sosial dan prestise, yang bercampur dengan keperluan inti sebagai alat transportasi. Naik sepeda ke sekolah dianggap berstatus sosial rendah.
Fase motor sebagai status sosial mereda ketika kemampuan masyarakat membeli motor merata. Namun, keterlanjuran terjadi, sepeda sebagai alat transportasi sudah hilang dari ingatan masyarakat kita.
Ketika gerakan bersepeda muncul di era SBY (bike to work), diluar niat mereka yang baik, muncul kesan baru bahwa sepeda-sepeda dalam club itu adalah sepeda-sepeda mahal, yang juga memperlihatkan status sosial mereka. Ini khas anak-anak alumni Amerika, Andi Malarangeng dkk, di mana sepeda dan gaya hidup berhubungan, sebaliknya tidak di Belanda. Sehingga, praktis belum mendorong niat berbagai kelompok sosial, khsususnya kelas bawah, ikut bersepeda.
2) Industri otomotif
Industri otomotif mencatat penjualan sepeda motor sebanyak 6,3 juta unit tahun lalu. Belum lagi penjualan mobil sekitar 1,1 juta. Pembelinya bisa dipastikan dominan di Jabotabek. Bisa dipastikan mereka ini akan terganggu jika moda bersepeda digemari masyarakat.
3) Ruas jalan sepeda
Tantangan atas ruas jalan sepeda adalah sebagai berikut; a) ruas jalan ini harus terlindungi dari kenderaan bermotor. Seperti jalan busway, jalur sepeda tidak boleh hanya dipisahkan oleh garis atau perbedaan warna. Dibeberapa tempat seperti itu, umumnya tidak dihiraukan motor dan mobil. Apalagi di Jakarta, trotoar pejalan kaki saja sering dijalani motor. Jadi ruas jalan ini harus aman.
b) Jalan sepeda ini harus di desain bisa memudahkan orang menuju tujuannya. Mudah artinya selain jalur utama yang 17 jalur, harus dibangun jalur cabang ke dalam blok bisnis dan perkantoran, sehingga tujuan akhir bersepeda benar-benar maksimal.
c) Jalur sepeda harus nyaman. Panas dan debu di Jakarta harus dikurangi serangannya kepada pesepeda. Seperti membangun titik ber AC/blower kipas berair, peneduh, dll. Di beberapa ruas jalan di Kuala Lumpur, misalnya, ada trotoar yang diteduhi atap, yang bisa dicontoh.
4) Ketersedian sepeda
Pemerintah DKI perlu menyediakan sepeda (sewa atau gratis) pada rute jalur sepeda dan di beberapa distrik/blok perkantoran atau bisnis tertentu. Hal ini untuk mendorong munculnya kegemaran bersepeda dikalangan eksekutif dan masyarakat. Juga menyediakan gerbong khusus kereta api dan MRT untuk membawa sepeda (di Belanda untuk diluar jam sibuk).
5) Keteladanan
Pemimpin-pemimpin DKI harus menjadi teladan dalam menggunakan transportasi sepeda. Jika simbol pejabat DKI identik dengan mobil mewah, maka gerakan bersepeda ini akan kandas. Sebab, rakyat tetap membutuhkan contoh bahwa bersepeda itu tidak mengenal kelas atau golongan masyarakat. Hanya menteri Indonesia (jaman dulu) yang bingung melihat menteri dan perdana menteri di Belanda bersepeda. Jika Anies biasa bersepeda, maka rakyat Jakarta akan senang juga bersepeda.
Itulah mungkin beban Anies dalam mewujudkan moda transportasi sepeda sebagai andalan Jakarta. Beban itu harus ditempuhnya, demi menghalau polusi dan menjadikan rakyat Jakarta sehat, segar, bugar, dan menghemat pengeluaran bensin.
Semoga Anies dan jajarannya berhasil.
Dr. Syahganda Nainggolan, Jakarta Development Initiative, alumni Pascasarjana Studi Pembangunan ITB, pernah bermukim di Rotterdam, Belanda