Disertasi dalam kaidah ilmiah tujuannya sudah jelas diantaranya untuk menguji teori yang ada, yang selama ini diakui (diyakini), yang dapat saja menghasilkan teori baru, alternatif-alternatif baru, yang tentunya berangkat dari hipotesis, proposisi teoritis.
Apakah teori baru yang ditawarkan dari disertasi tersebut (jika berhasil dipertahankan) kemudian pasti bisa diterapkan atau diterima, (khususnya di rumpun ilmu sosial)? Ya tidak serta merta. Karena variabel di dalam masyarakat itu banyak, termasuk keyakinan, dogma, hukum, adat istiadat, dlsb, sehingga sebuah teori baru bisa diterapkan.
Namun, tawaran baru (atau terobosan) yang ditemukan lewat disertasi sebagai produk ilmiah, yang pasti jika tak setuju, membantahnya haruslah pula secara keilmuan. Tidak lah semata dengan keyakinan belaka dalam membantahnya. Apalagi hanya karena suka dan tidak suka dengan temuan baru tersebut.
Karena disertasi, atau penelitian secara umum, pun dibuat diantaranya untuk membuktikan sebaliknya dari keyakinan yang selama ini dipercayai, bahkan yang sudah berabad-abad lamanya.
Ingat teori bumi datar, teori bumi sebagai pusat tata surya? yang diyakini bahkan sebagai keimanan, dibantah lewat “disertasi” yang memberikan terobosan baru bahwa “bumi bulat”, dan “bukan pusat tata surya”.
Untuk itulah, masyarakat ilmiah, janganlah anti pada penelitian yang ingin membuktikan ada yang berbeda dari yang selama ini dipercaya atau diyakini. Karena bisa jadi dari sana justru kita menemukan kebenaran yang sebenarnya, ataupun malah memperkuat keyakinan yang sudah ada.
Terakhir, soal keimanan, maka kita secara pribadi harus mengimani secara kaffah yang kita imani. Dan orang beriman mestinya tak gampang goyah hanya karena ada teori-teori baru dari sebuah penelitian yang berbeda dari keimanan kita. Toch akhirnya, kehidupan di dunia fana ini memang tak putus untuk mencari kebenaran, hingga akhirnya hidup berakhir dan di hadapannya kita pertanggungjawabkan segala perbuatan dan akan melihat kebenaran yang sesungguhnya, kebenaran Ilahi.
Wallahualam….