Dunia pendidikan kembali dibuat heboh oleh kebijakan pemerintah. Sebenarnya lebih tepat kalau dikatakan pelajarnya dibuat tergopoh-gopoh.
Setelah para pelajar SMP yang akan menempuh pendidikan menengah dibuat ramai karena kebijakan zonasi yang sangat minim. Baik minim kesiapan fasilitas, pemerataan jumlah dan kualitas sekolah, maupun sosialisasi yang simpang siur di tataran sekolah. Kini, giliran kakak kelasnya yang akan memasuki dunia perguruan tinggi (PT) diajak sport jantung.
Bulan April lalu, Menristekdikti M. Nasir mewacanakan agar tes seleksi masuk perguruan tinggi yang dikenal dengan Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) 2020, dimajukan jadwalnya pada semester kelima. Kurang lebih pada bulan November-Desember 2019. Jadwal tersebut, berbulan-bulan lebih awal daripada UTBK tahun-tahun sebelumnya yang biasanya diselenggarakan pada pertengahan tahun.
Bagi Menristekdikti, kebijakan ini dapat memberikan kepastian lebih awal terkait diterima atau tidaknya peserta didik di perguruan tinggi. Selain itu, diharapkan para pelajar dapat lebih fokus mempersiapkan Ujian Nasional (UN).
Tentu saja wacana ini menerima tanggapan keras dari teman-teman pelajar. Dalam sebuah petisi online bertajuk “Tolak Dimajukannya UTBK ke Semester Lima”, yang sudah ditandatangani lebih dari 90.000 orang, Devan Hadrian, sang inisiator petisi mengkritisi apabila UTBK dimajukan.
Ditegaskan Devan, dengan kebijakan tersebut para siswa akan dirugikan, alih-alih diuntungkan. Hal ini disebabkan antara lain kurangnya waktu persiapan untuk UTBK, ketidaksiapan infrastruktur, bertabrakan dengan materi UN, dan belum adanya alasan memprioritaskan UN.
Meskipun belum ada kajian yang komprehensif mengenai alasan-alasan tersebut, tuntutan Devan untuk membatalkan wacana memajukan jadwal UTBK tersebut telah didukung oleh puluhan ribu orang.
Melihat respon yang demikian, Kemenristekdikti pada awal bulan Agustus buru-buru menjelaskan bahwa gagasan memajukan jadwal UTBK masih merupakan wacana dan akan didiskusikan dengan para pimpinan perguruan tinggi.
Selain itu Menrsitek berdalih bahwa Kemenristekdikti tidak akan menerapkan sebuah kebijakan tanpa kajian matang dan tahapan sosialisasi baik kepada perguruan tinggi maupun pihak sekolah.
Apa daya, wacana kebijakan yang terkesan mendadak ini sudah menggelinding menjadi bola liar dan memantik keresahan di kalangan pelajar.
Keresahan ini sebenarnya bukannya tanpa alasan. Berkaca dari kebijakan-kebijakan pemerintah sebelumnya yang mendapatkan respon serupa dari berbagai kalangan utamanya pelajar. Ada pola yang sama dalam implementasi perubahan kebijakan yang berkaitan dengan pendidikan.