Brompton. Tiba-tiba namanya viral. Penyebabnya adalah masuknya sepeda lipat ini sebagai salah satu muatan pesawat Airbus A330-900 Neo pesanan Garudah Indonesia yang baru datang dari pabriknya.
Di dalam pesawat yang mendarat di Cengkareng awal Desember 2019 antara lain ditemukan dua unit sepeda Brompton. Masalah kepabeanan membuat muatan pesawat berkapasitas maksimal 440 tempat duduk itu berbuntut panjang. Salah satunya adalah pemecatan Ari Ashkara sebagai direktur utama Garuda Indonesia.
Brompton tidak masuk radar saya sampai kasus ini meledak. Padahal pekerjaan keseharian di SNF Consulting menuntut saya memelototi data dan sejarah berbagai perusahaan dari berbagai belahan dunia.
Bahkan ketertarikan belum muncul ketika Iman Chandra, sahabat saya, memposting kedatangan David William Buttler Adams pada tangal 4 Juli 2018 lalu di Jakarta. Ketika itu akuntan Holcim ini memposting aktivitasnya bersepeda bersama pimpinan tertinggi Brompton itu di Facebook. Memang kawan kuliah ini sehari-hari berangkat dan pulang kantor bersepeda. Padahal jarak rumah ke kantor hampir 20 km. Dan…. sepedaanya adalah Brompton.
Ketika kasus Garuda meledak, barulah saya jadi tertarik menelusuri jati diri Brompton. Tentu saja sebagai sebuah perusahaan. Kebetulan Garuda Indonesia juga masuk radar perhatian saya.
Siapa Brompton? Bagaimana sejarahnya? Bagaimana eksistensinya di dunia bisnis global? Mengapa oraag bersedia merogoh kocek bahkan sampai 90 juta rupiah untuk sebuah sepeda lipat? Teknik marketing apa yang membuatnya mendunia?
====
Sejarah Brompton berawal tahun 1975. Â Ketika itu Andrew Ritchie mulai mendesain sepeda lipat di tempat tinggalnya yang menghadap gereja Brompton Oratory di South Kensington, London. Nama depan gereja itulah yang kemudian dipilih untuk menjadi merek sekaligus nama perusahaan produsen sepeda rancangan insinyur lulusan Trinity College itu.
Desain pertamanya terselesaikan tahun 1977. Bentuknya masih belum sempurna. Tetapi lipatanya sudah cukup kecil dan rapi. Sebuah penanda penting dalam desain sepeda lipat. Selanjutnya butuh waktu 4 tahun sampai hasil rancangan Ritchie ini naik ke tahap selanjutnya.
Tahun 1981 produksi dalam jumlah terbatas mulai dilakukan. Itupun masih bersifat sementara.
Tahun 1987 adalah catatan prestasi pertamanya. Brompton mendapat penghargaan Best Product Award pada gelaran Cyclex di Olimpia London. Setelah proses panjang barulah Bromton bisa diproduksi dalam skala penuh pada tahun 1988. Produksi dilakukan di sebuah lokasi di bawah lengkungan jembatan kereta api di Brentford, London Barat.
Tujuh tahun setelah diproduksi penuh, tepatanya tahun 1995, Brompton mendapat pengakuan bergengsi dari Kerajaan. Brompton menerima Queen’s Award for Export Achievement. Sebuah kampanye iklan gratis untuk Brompton sebagai merek.
Setelah itu Brompton terus melakukan kampanye penguatan merek. Tahun 2003 sepeda yang versi termurahnya masih berharga belasan juta ini dinaiki sampai ke kutub selatan. Tahun 2006 diselenggarakan Brompton World Championship di Barcelona, Spanyol.
Selanjutnya Brompton makin mendekatkan diri kepada penggemarnya. Termasuk menguatkan kehadirannya di dunia internasional. Hingga 2010, Brompton Junction store hanya dibuka di Inggris. Tahun 2011 jaringan ritel sepeda tersebut pertama kali buka di luar negeri yaitu di Kobe, Jepang. Tahun yang sama Brompton juga mulai membuka konsep rental untuk pertama kalinya. Bike Hire station dibuka di Guildford, UK.
Tahun 2013 Brompton Junction dibuka di Covent Garden. Kehadiran di salah satu distrik di London itu adalah gerai ke-6 untuk seluruh dunia. Baru-baru ini gerai ke-10 dunia dibuka di Tokyo. Baru-baru ini juga sang CEOÂ menerima penghargaan bergengsi Order of British Empire dari Kerajaan Inggris. Makin melambunglah Brompton sebagai merek.