KATARSIS.ID – Gelar akademik di Indonesia sering aneh-aneh dan memunculkan guyonan lucu. Ada sarjana alam gaib, sarjana penuh derita, sarjana ilmu kompor, dan macam-macam lagi.
Di jenjang yang lebih tinggi ada plesetan sarjana “mantun magrib, MM” (habis magrib), “mantun shalat isyak, MSi” (setelah shalat isyak). Bahkan gelar doktor diledeki sebagai “mondok di kantor”.
Yang lebih lucu lagi, banyak yang tidak pakai susah-susah sekolah tapi dapat gelar doktor. Namanya doktor honoris causa, HC, alias doktor kehormatan. Saking lucunya, doktor HC diplesetkan jadi “doktor humoris causa“.
Selevel profesor ada yang humoris causa juga, karena mendapatkannya tanpa prosedur akademik yang standar.
Karena itu jabatan guru besar dan profesor pun tak luput dari olok-olok. Seorang petani pisang di Bantul dijuluki “Profesor Pisang”, dan peracik obat bernama Hadi Pranoto disebut sebagai profesor karena mengaku berhasil meracik obat anti-Corona.
Obat temuannya diragukan khasiatnya, dan gelar profesornya pun dipertanyakan. Ia lalu mengaku gelar profesor itu hanya semacam “panggilan sayang” di lingkungannya.
Rocky Gerung pun berdebat dengan Henry Subiakto soal jabatan profesor dalam sebuah acara di televisi.
Henry yang terprovokasi oleh Rocky mengatakan dengan nada tinggi bahwa dia adalah profesor, guru besar ilmu komunikasi Unair. Rocky, dengan sinisme yang tajam, nyeletuk, “mudah-mudahan otaknya juga besar”.
Tidak puas adu argumen di televisi, Henry mencuit di twitter menyebut agama Rocky tidak jelas dan menjadi pemersatu Islam oposisi. Rocky membalas lagi di wawancara media sosial menyebut Henry sebagai guru besar otak kecil.
Tak lupa juga sebutan khas yang selalu keluar dari ucapan Rocky, “dungu”. Profesor kompresor yang kerjaannya menjadi provokator, pejabat pemerintah merangkap buzzer.