Belakangan ini santer diberitakan di berbagai media bahwa Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok akan diposisikan sebagai pejabat Pertamina. Jika sebagai pejabat eksekutif tertinggi berarti adalah direktur utama alias CEO. Bagaimana Ahok dibanding Bernardus Cornelis Margriet van Beurden, Darren Woods, Michael K Wirth, Yi Lin Wang, dan Robert W Dudley sebagaimana uraian di atas? Yang jelas Ahok sama sekali belum pernah berkarir di perusahaan minyak. Nol pengalaman. Nol keahlian.
Memang bisa saja orang melakukan proses pembelajaran. Tetapi pesaing-pesaingnya telah menjalani pembelajaran 30 tahun lebih. Jika dipaksakan, inilah faktor kedua mengapa Shell dan kawan-kawan kini menguasai 84% ladang minyak tanah air. Selain itu, ini juga akan mengacaukan kaderisasi dan sistem manajemen seperti di tulisan ini.
Bagaimana jika Ahok diposisikan sebagai komisaris?
Tugas komisaris ada dua. Tugas pertama adalah pengawasan terhadap tugas stratejik direksi. Tugas kedua adalah pengawasan terhadap tugas administratif direksi. Dua tugas ini hanya mungkin dilakukan dengan baik jika komisaris memiliki kemampuan stratejik dan administratif paling tidak setara direksi. Jik tidak akan seperti karateka sabuk putih yang harus mengawasi sabuk hitam. Baca tulisan saya tentang tugas stratejik dan administratif direksi dan komisaris pada link ini untuk lebih detail.
Pembaca yang baik, saat muda saya digembleng di Pramuka. Bahkan menjadi pembina Pramuka. Saya sangat cinta Indonesia. Saya sangat ingin Indonesia unggul di percaturan antar bangsa. Sebagai konsultan manajemen saya tahu bahwa ujung tombak daya saing negara adalah berada pada perusahan-perusaahaan di negara itu. Maka saya ingin Pertamina unggul.
Saya kira Anda para pembaca pun demikian. Ingin agar Pertamina mampu menambang 84% ladang minyak tanah air yang kini ditambang Shell dan kawan-kawan. Bahkan lebih dari itu, Pertamina bisa menambang ladang-ladang minyak di berbagai negara seperti Shell, ExxonMobil, Chevron, PetroChina dan BP.
Jika kita tidak berbenah, kedua faktor di atas akan menjadi dua kemustahilan Pertamina. Cost of capital akan kemustahilan pertama Pertamina. Jika dipaksakan, Ahok akan menjadi kemustahilan kedua. Kemustahilan dalam mengalahkan Shell, ExxonMobil, Chevron, PetroChina dan BP.
Sebagai catatan, kemustahilan Ahok ini juga berlaku untuk siapapun yang ditunjuk menjadi CEO atau komisaris Pertamina yang tidak selevel dengan 5 CEO pesaing Pertamina di atas. Semoga bangsa ini bisa mengikis dua kemustahilan itu. Agar Pertamina unggul. Di tanah air maupun di negeri orang. Merdeka!