Tantangan melawan korupsi makin berat. Penyakit kronis bangsa ini makin berbahaya karena menjalar ke mana-mana dan kepada siapa saja. Saat ini, tidak ada hari tanpa korupsi. Hampir semua kalangan sudah terjerat korupsi, baik di kementerian, lembaga negara, pemerintah daerah, swasta dan BUMN.
Di kalangan wakil rakyat, baik anggota DPR dan DPRD sudah banyak yang menghuni hotel prodeo. Bahkan korupsi sudah menjerat para penegak hukum seperti jaksa, polisi, dan hakim. Lebih parah lagi, para pejabat tinggi negara yang harusnya ikut berperan dalam melawan korupsi malah berbuat korupsi. Terakhir, kasus mega korupsi yang melibatkan Ketua DPR Setya Novanto dan banyak pejabat penting lainnya menjadi bukti betapa korupsi bisa berjangkit kepada siapa saja dan sangat sulit diberantas.
Penanggulangan korupsi menjadi prioritas setiap pemerintahan, termasuk era Presiden Joko Widodo. Namun, upaya tersebut seolah-olah mandek dengan banyaknya pejabat yang terkena operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK belakangan ini. Dalam beberapa bulan terakhir, KPK melakukan OTT kepada beberapa pejabat, baik di pemerintah pusat dan daerah.
Pemerintah sendiri seperti tidak fokus dalam pemberantasan korupsi. Pemerintah lebih gencar membuat berbagai kebijakan ekonomi yang memberikan kemudahan kepada para pebisnis. Kebijakan ini baik, namun akan rentan terhadap perilaku korupsi jika tidak diimbangi dengan kebijakan yang akan mengawasi dan menjamin penegakan integritas di kalangan pebisnis.
Data KPK mengungkap pelaku korupsi yang terbanyak adalah para pengusaha. Mereka umumnya menyuap pejabat untuk memperoleh kemudahan dan fasilitas lain dalam bisnisnya. Mereka tidak hanya menyuap para pejabat pemerintah, namun juga anggota DPR untuk mempengaruhi proses penganggaran proyek-proyek pemerintah. Faktanya, sudah banyak terungkap kolusi antara DPR/DPRD dan pengusaha dalam pengerjaan proyek-proyek tersebut. Oleh karena itu, berbagai kebijakan ekonomi yang diberikan pemerintah kepada pengusaha harus diimbangi dengan kebijakan pakta integritasnya.
Memang, Presiden Jokowi sudah mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2015, dilanjutkan dengan Inpres Nomor 10 Tahun 2016 pada November 2016 tentang  Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2016 dan Tahun 2017. Bisa jadi, saat ini sedang disiapkan Inpres yang sama untuk tahun 2018. Inpres tersebut menginstruksikan kepada para pejabat terkait untuk melakukan aksi pencegahan dan pemberantasan korupsi.
Mereka adalah para Menteri, Jaksa Agung, Kapolri, Kepala Lembaga Pemerintah Non Kementerian, para Sekretaris Jenderal pada Lembaga Tinggi Negara, para Gubernur, dan Bupati/Walikota. Presiden juga menugaskan Bappenas untuk memantau dan mengevaluasi pelaksanaan aksi secara berkala. Selain itu, melakukan analisis, koordinasi, dan fasilitasi untuk mengurai masalah dalam pelaksanaan aksi, serta menyampaikan laporan pelaksanaan aksi secara berkala dan mempublikasikannya kepada masyarakat.