Menurut para pakar tersebut, kelompok negara yang dianggap tingkat korupsinya tinggi adalah Italia, Rusia, Nigeria, Brazil, Colombia, Mexico, China, Jepang, dan Indonesia. Negara-negara tersebut dianggap mewakili dua kategori dimana para pakar tersebut berasal, yaitu higher income dan low income. Tentu saja deretan nama negara ini “debatable” jika kita bandingkan dengan hasil Corruption Perception Index terkini yang dikeluarkan oleh Transparency International. Namun setidaknya kita dapat merujuk pada beberapa skandal korupsi di negara-negara tersebut yang sempat dirilis media, seperti mega skandal korupsi di Kementerian Pertahanan Rusia (2017), atau skandal korupsi yang masif terjadi di Consip (2017), lembaga public procurement, di Italia.
Selanjutnya persepsi para pakar menunjukkan bahwa tingkat korupsi sektor publik, yang notabene dikelola oleh para politisi dan pegawai negeri, lebih tinggi terjadi di negara lower income. Sedangkan sebaliknya tingkat korupsi sektor bisnis lebih tinggi terjadi di negara higher income. Hal ini mengkonfirmasi ingatan kita tentang kejadian skandal korupsi Bernie Madoff, seorang pendiri Wall Street Firm, perusahaan sekuritas besar di Amerika beberapa tahun silam.
Penyebab dan Strategi Penanggulangan Korupsi
Meskipun tingkat korupsi sektor publik di kedua kelompok negara tersebut berbeda, akan tetapi seluruh pakar sepakat pada tiga penyebab utama, yaitu: buruknya norma dan value para politisi dan pegawai negeri; kurangnya pengawasan, pengendalian, dan audit; serta risiko hubungan antara bisnis, politik, dan negara. Kelompok negara higher income menambahkan factor budaya sektor publik. Sedangkan kelompok negara lower income menambahkan salah kelola manajamen serta kurangnya komitmen pimpinan sebagai penyebab lainnya.
Para pakar merumuskan enam bidang strategi utama dalam penanganan korupsi, yaitu: Ekonomi, Pendidikan, Budaya Publik, Organisasi (Birokrasi), Politik, dan Penindakan (Hukum). Bidang ekonomi, kedua kelompok menekankan agar bank dan lembaga keuangan lebih transparan memberikan informasi keuangan publik, termasuk keuangan partai politik. Kemudian perbaikan standar hidup menjadi prioritas penting kedua. Namun demikian, kedua kelompok berbeda pandangan terutama pada aspek peningkatan gaji para politisi dan pegawai negeri yang lebih diusung oleh kelompok negara lower income.
Untuk bidang pendidikan, kedua kelompok untuk menekankan tiga aspek, yaitu: keterbukaan informasi publik; exposure informasi publik lebih ditingkatkan; dan program pengajaran untuk mempengaruhi perilaku pegawai negeri. Namun demikian kelompok negara lower income menambahkan satu aspek penting lainnya, yaitu perubahan tingkah laku keluarga dalam masyarakat. Selanjutnya di bidang Budaya Publik, kedua kelompok menyepakati tiga hal utama, yaitu pimpinan harus memberikan contoh (tone of top); perlindungan yang baik bagi whistle blowers; dan peningkatan kode etik bagi para politisi dan pegawai negeri.