KATARSIS.ID – Dulu, ketika di Sekolah Dasar (SD), guru saya bercerita tentang seorang gembala yang suka berbohong.
Pada suatu hari, ketika sedang mengembalakan ternak di padang rumput, si gembala bersorak, “Serigala, serigala”, dengan suara yang sangat keras minta tolong. Teriakan itu didengar oleh penduduk kampung. Mereka segara berlari ke tempat si gembala untuk memberi pertolongan. Namun, setelah sampai di tempat tujuan, penduduk tidak melihat seekorpun srigala ada di sana.
Mereka lalu bertanya kepada si gembala, “Mana serigalanya?”. Sambil tertawa si gembala menjawab, “he he, kalian tertipu”. Dengan perasaan kecewa bercampur marah, penduduk kembali pulang.
Selang berapa minggu kemudian, penduduk kampung kembali mendegar teriakan yang sama dari orang yang sama di tempat yang sama. Mendengar teriakan itu, penduduk mulai ragu. “Jangan-jangan dia bebohong lagi,” kata mereka.
Tapi ada yang berkata, “Ayo kita lihat dulu. Mana tahu ini benar. Kita harus bantu dia”. Lalu mereka pun sepakat pergi untuk membantu. Sampai di sana, rupanya benar sangkaan mereka, si gembala berbohong lagi, dan masyarakat pun kembali kecewa dan marah karena merasa ditipu.
Kira-kira seminggu setelah itu, beberapa ekor serigala benar-benar datang ke tempat gembalaan. Si gembala ketakutan, dan berteriak dengan sekuat-kuatnya meminta tolong. Suara itu pun terdengar oleh penduduk. Tapi, berdasarkan pengalaman sebelumnya, ditambah lagi karena jengkel dan kecewa dibohongin dua kali, tidak satupun penduduk kampung yang mau ke sana. Akibatnya, bukan hanya kambing gembalaannya yang diterkam serigala, si gembala itupun ikut jadi mangsa binatang buas tersebut.
Sebuah anekdot politik pernah pula tersiar di media beberapa tahun yang lalu. Anekdot itu mengisahkan serombongan politikus melakukan kunjungan kerja ke suatu daerah. Di jalan pulang kembali dari kunjungan kerja, bus yang mereka tumpangi jatuh ke jurang.