Sisa-sisa feodalisme yang masih kental di lingkungan kita menjadikan gelar sebagai hal yang penting dan bergengsi. Seseorang yang merasa berdarah biru, keturunan ningrat akan selalu memasang gelar “R”, Raden, di depan namanya.
Seseorang lainnya yang tidak punya darah ningrat ikut-ikutan menempelkan gelar “R” di depan namanya. Ketika diprotes dia bilang “R” bukan Raden, tapi Rakyat.
Masyarakat tradisional feodal lebih mementingkan “ascription”, sebutan gelar, daripada “achievment”, prestasi pencapaian. Ijazah masih lebih dipentingkan daripada keterampilan.
Orang senang bukan kepalang ketika disebut bos, meskipun yang menyebutnya seorang tukang parkir. Ia akan memberi tips lebih kepada tukang parkir itu. Kalau tukang parkir menyebutnya juragan ia menaikkan tips dua kali lipat.
Mbah Surono, vulkanolog terkemuka sering disebut sebagai Profesor Gunung Merapi karena keahliannya yang detail mengenai vulkanologi.
Mbah Surono sempat menjadi idola karena selalu muncul di televisi dengan prediksi dan analisisnya yang otoritatif. Seorang tukang tambal ban yang ingin sok keren membuat kartu nama dan menyebutkan profesinya sebagai “vulkanolog”, maksudnya tukang vulkanisir ban.
Mbah Lasiyo dari Bantul dijuluki “Profesor Pisang” karena berhasil membudidayakan pisang yang produktif dan menemukan racikan pestisida yang aman untuk pohon pisang.
Prof Lasiyo berkeliling Eropa memberikan ceramah mengenai pisang. Ketika ditanya wartawan Jogja darimana ia dapat gelar profesor, Mbah Lasiyo bilang dari UGM, Universitas Gajah Mungkur.
Arsene Wenger, menjadi pelatih klub sepakbola Inggris selama 22 tahun sejak 1996 sampai 2018. Pada musim kompetisi 2003 Arsenal memenangi kompetisi Inggris tanpa sekalipun kalah dalam 38 pertandingan, menang 26 kali dan seri 12 kali.
Arsenal menjadi satu-satunya tim dalam sejarah Inggris yang menjadi juara tanpa pernah kalah dan mendapat julukan “The Invincibles”, yang tak terkalahkan. Dan untuk kehebatan itu Wenger dijuluki “The Professor” atau “Le Professeur” karena dia berasal dari Prancis.