Bersama dengan Hyundai sebenarnya kita ada Astra yang memproduksi dengan lisensi Toyota. Bedanya, setelah sukses memproduksi dan menjual mobil, Toyota Astra tidak beranjak dari posisi penerima lisensi.
Astra tidak melakukan riset dan disain untuk meluncurkan mobil dengan merek sendiri. Ini tidak bisa dipisahkan dengan proses korporatisasi Astra yang mandeg. Ini perbedaannya dengan Hyundai. Hyundai melakukan proses korporatisasi seperti Tesla untuk mendapatkan modal jangka panjang dalam jumlah besar dengan cost of capital yang rendah.
Perkasa sudah hadir dengan merek, riset dan desain sendiri. Bahkan sudah diproduksi. Tetapi kehabisan nafas karena tidak membuka kran sumber modal melalui korporatisasi seperti Tesla. Ingat, satu modal mobil butuh modal yang dalam pengalaman Tesla sekitar Rp 104 triliun.
Maleo hadir dengan merek sendiri lengkap dengan risetnya. Tetapi belum pernah sampai ke pasar. Tentu ada masalah modal juga didalamnya.
Bagaimana dengan Fin Komodo? Perusahaan besutan alumni ITS dan IPTN ini sudah hadir ke pasar dengan strategi niche marketing. Mengambil bagian dari segmen kecil berupa mobil off road dengan merek dan hasil riset sendiri. Produk sudah diterima pasar. Ini adalah strategi yang sudah tepat. Tinggal mau atau tidak melakukan langkah selanjutnya: mendatangkan modal besar seperti yang dilakukan oleh Tesla.
Jika tidak mau, kondisinya tidak akan berbeda jauh dengan almamater pendirinya: IPTN. Unggul dalam riset dan SDM, tetapi tidak ada modal yang cukup. Sepanjang saya naik pesawat, belum pernah ketemu sekalipun pesawat produk IPTN atau PTDI di bandara. Apalagi naik. Berbeda nasib dengan perusahaan sebayanya: Embraer. Embraer kini adalah produsen pesawat komersial terbesar ke-3 di dunia. Hanya kalah dengan Airbus dan Boeing.
Bangaima dengan upaya Pak Dahlan Iskan di bidang mobil listrik beberapa waktu lalu? Yang dilakukan baru sebatas riset awal. Perusahaannya pun belum terbentuk. Apalagi sampai memikirkan dana ratusan triliun seperti Tesla. Masih jauh.
Walaupun seumur dan sama sama berdiri sebagai BUMN, PTDI berbeda dengan Embraer. Bedanya adalah pada proses mendatangkan modal besar dengan cost of capital rendah yaitu korporatisasi. Embraer melakukan. PTDI tidak.
Bagaimana, sudah mendapatkan gambaran bagaimana mewujudkan mimpi mobil nasional dengan cara yang tepat?
Republik ini memanggil para pelaku industri permobilan untuk tampil seperti Elon Musk di Tesla. Semoga cak Ibnu Susilo dari Fin Komodo terpanggil. Tentu saja harus didukung oleh perusahaan investasi seperti Saratoga yang juga melakukan proses pembesaran terus-menerus.
Republik ini juga memanggil Anda, siapa saja dengan profesi apa saja untuk berperan menjadi investor. Munculnya perusahaan investasi besar seperti Baillie Gifford tidak mungkin tanpa budaya investasi masyarakat.
Ayo sambut panggilan Republik ini sesuai posisi kita masing-masing. Saya dan SNF Consulting mengedukasi masyarakat melalui tulisan dan menyiapkan para pelaku bisnis dan perusahaan investasi melalui layanan konsultasi manajemen. Anda siap?
*) Artikel ke 223 ini ditulis di Kota Pahlawan pada tanggal 10 September 2019 oleh Iman Supriyono, konsultan senior dan CEO SNF Consulting