Kanal

Pro-Kontra

Populer

Kirim Tulisan

Nasihat Paradoks Dahlan Iskan: Jangan Membaca !!

Ilmuwan membaca untuk memahami fenomena alam. Bisa di laboratorium. Bisa juga di alam luas. Konteksnya adalah meneliti untuk menghasilkan karya ilmiah. Sebagai konsultan saya berada di posisi ini. Setiap hari saya membaca segala sesuatu tentang perusahaan. Hasilnya saya simpulkan berupa tulisan. Tiap hari, terus menerus. Sudah ribuan artikel saya publikasikan. Tulisan itu kemudian dibaca oleh para praktisi bisnis. Dibaca untuk dipraktekkan.

Contoh hasil membaca saya adalah apa yang kemudian saya beri nama korporatisasi. Saya tidak menemukan konsep ini pada buku-buku manajemen yang diajarkan di kampus-kampus bisnis saaat ini. Mengapa? Karena kampus-kampus bisnis berkiblat pada literataur bisnis Barat terbaru. Sememtara di dunia bisnis USA-Eropa korporatisasi itu sudah terjadi dua abad lalu. Prosesnya sudah tuntas beberapa puluh tahun lalu. Hasilnya adalah perusahaan seperti Chevron, BP, Unilever, Ford, Boeing, Nestle, Danone, Airbus, JP Morgan Chase dan sebagainya. Perusahaan-perusahaan fully public company.

Saya menemukannya justru dari membaca sejarah dan data finansial ratusan bahkan ribuan perusahaan. Rentang waktunya tidak kurang dari dua abad terakhir. Mereka berproses dari perusahaan keluarga. Dari didirikan dan dimiliki oleh sebuah keluarga menjadi  korporasi. Temuan itu kemudian saya tuliskan. Sudah bertahun-tahun tiap hari saya menulis. Karena memanag itulah kerja saya di SNF Consulting, consulting firm  yang saya dirikan.

Lalu siapa yang membaca? Bukanlah para praktisi bisnis telah dilarang membaca oleh Pak Dahlan? Betul. Semua pelaku bisnis memang tidak boleh membaca tulisan saya. Larangan keras.


Namun demikian, setiap larangan selalu mengandung perkecualian. Termasuk larangan membaca tadi. Tulisan-tulisan saya tidak boleh dibaca oleh pelaku bisnis siapapun. Perkecualiannya adalah pelaku bisnis yang perusahaannya belum melakukan korporatisasi atau korporatisasinya belum tuntas dan berminat kuat untuk melakukannya.

Ciri perusahaan yang korporatisasinya sudah tuntas adalah seperti Chevron, Nestle, McDonald’s dan sejenisnya itu. Ada dua ciri utama. Pertama adalah telah menguasai pasar hampir semua negara di dunia. Menguasai pasar lebih dari 200 negara. Perusahaan yang aman dari risiko politik karena omzet rata-rata dari satu negara kurang dari 1%. Bahkan perang dunia pun tetap aman karena yang terlibat perang tidak akan lebih 10 negara.

Ciri kedua adalah tidak adanya pemegang saham pengendali. Ini terjadi bukan karena pendirinya menjual saham yang dimilikinya. Tetapi karena perusahaan terus-menerus menerbitkan saham baru untuk modal ekspansi pasar sampai 200 negara tadi. Organik maupun anorganik melalui akuisisi dan merger. Perusahan pun membesar. Sistem terbentuk sempurna karena level jabatannya menjadi belasan bahkan lebih.

Itulah mengapa materi korporatisasi tidak diajarkan di kampus-kampus bisnis yang berkiblat pada literatur Barat saat ini. Karena memang korporatisasi mereka telah tuntas berpuluh-puluh tahun lalu. Mereka sudah menguasai pasar 200-an negara. Nilainya sudah ribuan triliun sehingga tidak ada yang sanggup memilikinya sampai menjadi pesaham pengendali.

Mereka telah menjadi fully public company. Mereka telah menjayakan bangsanya di kancah bisnis internasional yang analog pertandingan sepak bola. Bagaimana perusahaan tempat Anda berkarya? Sudah melaksanaakan nasihat paradoks Pak Dahlan Iskan?

Tulisan ini sepenuhnya tanggung jawab penulisnya. Tak sependapat dengan tulisan ini? Silahkan tulis pendapat kamu di sini

Tulisan ini sepenuhnya tanggungjawab penulisnya. Redaksi Katarsis.id tidak memiliki tanggungjawab apapun atas hal-hal yang dapat ditimbulkan tulisan tersebut, namun setiap orang bisa membuat aduan ke redaksi@katarsis.id yang akan ditindaklanjuti sebaik mungkin.

Ingin Jadi Penulis, silahkan bergabung di sini.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Iman Supriyono
Iman Supriyono
SNF Consulting

Artikel Terkait