9. Mungkinkah ROI akuisisi HI ditingkatkan sampai 9% alias lebih dari 3x ROI proyeksi di atas? Meningkatkan margin (rasio laba terhadap omzet) diatas pencapaian historis SI yang 8% bisa dikatakan mustahil.
10. Alternatif lainnya yaitu meningkatkan omzet HI menjadi 3x saat ini juga hampir mustahil mengingat pertumbuhan ekonomi dan ketatnya persaingan semen ditambah posisi SI yang sudah menguasai pasar lebih dari 60%.
11. Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa akuisisi HI oleh SI adalah akuisisi rugi. Rugi pada saat dilakukan dan rugi juga saat tercapai kinerja maksimal. Dengan kata lain akuisisi tersebut dilakukan harga yang sangat-sangat amat mahal.
12. Semahal apakah akuisisi itu? Nilai Holcim Indonesia pada akhir tahun 2018 adalah Rp 14,447 T. Dengan angka tersebut nilai pasar dari 80,06% saham yang dibeli SI adalah Rp 11,5 T. Jika dibandingkan dengan nilai akhir tahun 2018 tersebut, akuisisi oleh SI senilai Rp 26 T adalah 2,2 x harga pasar alias 120% di atas harga pasar. Mengakuisisi perusahaan rugi dengan harga jauh di atas harga pasar tentu merugikan si pengakuisisi dan menguntungkan pemegang saham perusahaan yang diakuisisi. Merugikan SI dan menguntungkan LafargeHolcim. Mari berkaca pada kasus akuisisi rugi sekitar Rp 500 milyar yang berakibat Karen Agustiawan masuk penjara.
13. Seberapa mahal juga bisa dilihat dari nilai buku. Nilai buku Holcim Indonesia pada akhir 2018 adalah Rp 6,135 triliun. Dengan demikian nilai buku 80,6% saham yang diakuisisi SI adalah Rp 4,912 triliun. Jadi, harga transaksi adalah 5,29 x nilai buku.
14. Sebagaimana disebut di atas, SI membiayai akuisisi dengan utang. Akibat dari utang adalah kenaikan rasio utang terhadap ekuitas (DER) yang semula 0,56 menjadi 1.41 (Bandingkan dengan DER LafargeHolcim, induk HI yang sebesar 0,99). Artinya, akuisisi ini meningkatkan risiko SI sebagai perusahaan. Risiko utang adalah tuntutan pailit dari kreditor jika SI gagal bayar.
15. Utang ada dua kelompok, jangka pendek dan jangka panjang. Utang jangka pendek SI meningkat dari Rp 8 T menjadi Rp 14 T alias naik Rp Utang jangka panjangnya naik dari 10 T menjadi Rp 31 T alias naik Rp 21 T. Kenaikan ini menunjukkan bahwa SI bukan sekedar menggunakan uang utang untuk akuisisi yang sifatnya jangka panjang. Bahkan SI menggunakan utang jangka pendek untuk pengambilalihan ini. Bahasa awamnya SI telah “nabrak sana nabrak sini” untuk melunasi transaksi akuisisi Holcim
16. Penambahan utang pasti menambah beban bunga. Tampak dari laporan arus kas bahwa pembayaran bunga pada semester pertama 2018 adalah Rp 336 miliar naik menjadi Rp 1,272 triliun alias mengalami kenaikan sebesar Rp 936 miliar pada semester pertama tahun ini.
17. Kenaikan pembayaran beban bunga tersebut berakibat langsung pada jebloknya arus kas SI. Semester pertama 2018 arus kas operasional masih positif Rp 1,5 triliun menjadi minus Rp 130 miliar pada semester pertama 2019.
18. Pembayaran beban bunga ini juga berakibat menggerogoti laba. Laba semester pertama 2018 Rp 965 miliar menurun menjadi Rp 481 miliar pada periode yang sama tahun ini. Menurun 50% senilai Rp 484 miliar.