Kanal

Pro-Kontra

Populer

Kirim Tulisan

Indonesia Poros Maritim Dunia?

Menyatakan ‘Indonesia Poros Maritim Dunia’ adalah seperti memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia. Keduanya mengandaikan ketersediaan syarat budaya. Yang kedua mensyaratkan jiwa merdeka, yang pertama mensyaratkan jiwa maritim. Ekspresi maritim adalah ekspresi yang paling lugas tentang jiwa yang merdeka.

Menjadi poros maritim dunia artinya menjadi pemain utama perdagangan internasional karena 70%-nya dilakukan melalui pelayaran. Kepentingan maritim pada dasarnya adalah kepentingan trade and commerce.

Belanda adalah sebuah negara yang sangat kecil luasannya dibanding Indonesia, tapi skala ekonominya sama dengan Indonesia, sekitar Rp12 ribu triliun pada tahun 2017. Negara produsen komoditi, seperti jagung atau batubara, tidak akan bisa kaya kalau tidak mengambil peran penting dalam perdagangannya yaitu menentukan price and its terms of payment. Singapura adalah Belanda di ASEAN.

Tidak mungkin jiwa yang terjajah memimpikan ekspresi maritim. Mengapa ? Karena laut adalah lingkungan yang tidak readily habitable bagi manusia. Laut bukan lingkungan alami manusia. Manusia membutuhkan dukungan teknolojik untuk hadir di laut dengan selamat. Hidup di laut membutuhkan disiplin yang lebih tinggi daripada hidup di darat.


Jiwa bahari itu dimatikan secara terstruktur, sistemik dan masiv melalui serangkaian proses sejak VOC mengubah pendekatan perdagangannya menjadi pendekatan penjajahan di awal abad 17 melalui berbagai perjanjian dengan para Raja Nusantara. Baik perjanjian Giyanti dengan Raja Mataram maupun Perjanjian Bongaya dengan Sultan Hasanudin, VOC mulai mengambil alih peranan perdagangan Mataram dan Makasar.

Begitulah penjajahan atas Nusantara dilakukan oleh VOC selama 200 tahun sampai VOC dibangkrutkan oleh P. Diponegoro dalam Perang Jawa 1825-1830.

Persekolahan yang dihadirkan Belanda dalam bungkus Politik Etis adalah instrumen budaya untuk memelihara jiwa yang terjajah dan menjauhkan bangsa ini dari laut. Pendidikan tinggi teknik di Bandung tidak menyediakan Teknik Perkapalan.

Bung Karno, dibantu oleh Ir. Djoeanda mulai merintis pembangunan jiwa bahari itu antara lain dengan merestui pembukaan Fakultas Teknik Perkapalan di ITS dan di Unpati Ambon dengan bantuan USSR pada 1960. Namun agenda membangun kemaritiman nasional praktis kandas setelah kejatuhan Bung Karno. Orde Baru praktis menjalankan agenda AS (sebagai musuh bebuyutan USSR selama perang dingin) dengan dibantu Jepang sebagai kaki tangan AS di Asia.

Oleh Jepang, infrastruktur transportasi nasional secara lambat namun pasti digeser ke jalan, menelantarkan angkutan kereta api, sungai dan laut. Indonesia praktis dijadikan pasar industri otomotif Jepang, hingga hari ini.

Saat ini, Indonesia sudah terperosok ke dalam jebakan angkutan moda jalan tunggal yang tidak efisien, polutif dan tidak berkelanjutan serta tidak adil. Untuk negara kepulauan, kondisi ini adalah sumber kesenjangan dan ketimpangan spasial dan energi yang menjelaskan mengapa gerakan-gerakan disintegrasi timbul tenggelam dari waktu ke waktu.

Pemerintah masih terobsesi dengan pertumbuhan tinggi yang hampir selalu mengorbankan pemerataan. Akibatnya, angkutan laut tidak memperoleh perhatian yang memadai, padahal armada kapal adalah infrastruktur dalam sebuah negara kepulauan. Sasaran bauran moda transportasi yang cocok untuk negara kepulauan sampai hari ini jauh dari tercapai. Biaya logistik nasional masih menjadi sumber inefisiensi logistik yang serius. Padahal, moda laut seharusnya menjadi tulang punggung sistem logistik nasional.

Pada saat Pemerintah masih gagal memerintah di laut secara efektif, bisnis maritim masih menjadi bisnis dengan biaya tinggi. Hal ini berpotensi memberi sinyal negatif bagi generasi muda untuk sanggup berkarier di bidang maritim.

ITS telah memulai gerakan budaya bagi anak muda melalui UKM ITS Maritime Challenge sejak 2002. Sebuah sesi studium generale berjudul Kuliah Djoeanda untuk Kebangsaan dan Kemaritiman juga sudah dilaksanakan. Kita perlu melakukan gerakan budaya maritim bagi kalangan anak muda agar tidak menjadi korban kemiskinan imajinasi Pemerintah yang abai-maritim. Sejak budaya makan, berolahraga, berkesenian dan berkegiatan, sebaiknya diselenggarakan dengan semangat bahari.

KA Mutiara Timur Siang
7/9/2019 menuju Jember

Tulisan ini sepenuhnya tanggung jawab penulisnya. Tak sependapat dengan tulisan ini? Silahkan tulis pendapat kamu di sini

Tulisan ini sepenuhnya tanggungjawab penulisnya. Redaksi Katarsis.id tidak memiliki tanggungjawab apapun atas hal-hal yang dapat ditimbulkan tulisan tersebut, namun setiap orang bisa membuat aduan ke redaksi@katarsis.id yang akan ditindaklanjuti sebaik mungkin.

Ingin Jadi Penulis, silahkan bergabung di sini.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Prof. Daniel M. Rosyid
Prof. Daniel M. Rosyid
Guru Besar Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya.

Artikel Terkait