KATARSIS.ID – Mohammad Jumhur Hidayat memberi pesan WA padaku berisi kekaguman terhadap Anies Baswedan yang menyelenggarakan Malam 1 Muharram 1441 H, alias malam tahun baru Islam. Saya lagi ngopi di cafe Kicir-Kicir Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI), selesai olah raga, diantara suasana wisuda pagi tadi di UI.
Langsung saya WA call Jumhur, bahwa Anies bukan saja berjasa menghidupkan syiar Islam di Jakarta, bahkan Anies sebelumnya menghadiri Milad FPI, organisasi Islam dominan di Jakarta, yang saat ini terkesan disingkirkan rezim Jokowi.
Jumhur bukan lagi aktifis “Islam Semangka” (luarnya hijau dalamnya merah), tapi sudah jadi “Islam Melon”, luarnya hijau dalamnya hijau juga, dengan berbagai aktualisasi dirinya belakangan ini. Lima tahun lalu Jumhur sudah menghabiskan hartanya lebih dari Rp10 miliar untuk mendukung Jokowi Presiden, namun menyesal setelah melihat berbagai kemunduran dunia Islam ditangan Jokowi.
Pagi ini, Jumhur bertanya kepada saya apakah Anies benar-benar di jalan Islam? Mengingat Anies pernah dianggap “Islam liberal”?
Dari perjalanan Anies dua tahun berkuasa, saya katakan pada Jumhur, pengamatan saya keberpihakan Anies pada umat Islam semakin nyata. Artinya Anies sebagai sosok, telah tersambung dengan garis perjuangannya di UGM dan HMI MPO, yang memperjuangkan hak hak rakyat berdasarkan Islam. Dan ini tentunya bersambung dengan perjuangan kakeknya, AR Baswedan, yang berjuang dalam garis Islam. Beda dengan saya dan Jumhur, yang di masa mahasiswa jelas-jelas berada pada garis sosialisme sekuler.
Tahun Baru Islam & Bangsa Betawi
Tahun baru Islam adalah tahun baru berdasarkan kalender Islam. Berbeda dengan penanggalan Masehi, penanggalan Islam merujuk pada perputaran bulan, sedangkan Masehi merujuk pada matahari. Pergantian tahun dalam Islam dilakukan dengan doa syukur dan permohonan kebaikan-kebaikan.
Teringat, pada tahun 2008, saya pernah melakukan peringatan Malam Tahun Baru Islam di Cibinong, Bogor. Jusuf Kalla, Wapres saat itu, dan Gubernur Aher, hadir berdzikir bersama dua puluhan ribu massa.
Danrem Bogor kala itu, Agus Sutomo, berusaha memperkuat keamanan, karena acara itu saya adakan di tenda-tenda dan panggung terbuka. Sebenarnya kalau bukan acara saya, dia tidak mengizinkan acaranya, karena alasan resiko keamanan wakil presiden.
Visi tentang tahun baru Islam ini adalah menyatukan kembali ruang waktu mayoritas penduduk Indonesia yang 87% Islam dalam sebuah kalendernya sendiri. Sehingga rancang bangun bangsa ini disesuaikan dengan planning yang berbasis waktu bangsa sendiri, baru dihubungkan dengan waktu global.
Sistem waktu global, harus mengakui adanya kedaulatan waktu dari bangsa-bangsa independen di dunia, sehingga, misalnya sistem transaksi keuangan kita, tidak merujuk hanya pada waktu di New York ataupun Inggris. Tapi harus bersifat saling menguntungkan.