KATARSIS.ID – Bagi penikmat sastra dan pembaca Majalah Tempo, nama Goenawan Mohamad tentu tidak asing. Dialah wartawan cum sastrawan pendiri Tempo.
GM, begitu Goenawan sering disebut, mendirikan Tempo pada 1971 bersama beberapa rekannya seperti Fikri Jufri dan Syu’bah Asa, dan berhasil menjadikan Tempo sebagai salah satu majalah berita paling kredibel sampai saat ini.
Tempo memperkenalkan jurnalisme sastrawi, penulisan berita secara literer seperti karya sastra, dipadukan dengan liputan mendalam (depth news) dan investigatif, menjadikan Tempo sebagi gong bagi semua berita yang beredar selama seminggu.
Tempo konsisten dengan jurnalisme naratif yang “Enak Dibaca dan Perlu” seperti mottonya. Tempo istiqamah dengan misinya sebagai social control untuk mengritik dan mengawasi kekuasan supaya tidak terjadi abuse of power, penyelewengan kekuasaan.
Salah satu rubrikasi Tempo yang menjadi kekuatan khas dan paling digemari pembaca adalah “Catatan Pinggir” alias Caping yang ditulis GM.
Caping merupakan kolom rutin yang ditulis GM setiap minggu tanpa putus selama hampir 50 tahun. Caping adalah master piece, adikarya GM yang sampai sekarang belum ada banding dan tandingnya.
Caping halus tapi dahsyat. Ia mengritik kekuasaan yang angkuh. Caping menertawakan kebodohan yang sok pintar, dan kedunguan yang suka menggurui.
Caping bisa membuat orang tersenyum simpul, tapi lebih sering mengajak pembaca tercenung dan tepekur dalam kontemplasi. Caping membuat orang cerdas sekaligus sadar bahwa kekuasaan yang sombong tak akan bertahan lama.
Caping tak kenal takut menghadapi rezim. Di saat kekuasaan Orde Baru berada pada puncak kekuatannya Caping tak pernah segan mengingatkan.
Risiko yang dihadapi GM adalah penjara dan majalahnya dibreidel oleh kekuasaan Orde Baru. Hal itu terjadi pada 1994 ketika Soeharto mencabut izin terbit Tempo. Keputusan yang mendapat perlawanan luas di seluruh Indonesia.