KATARSIS.ID –Â Saat banyak sekolah kosong dan guru sibuk mendaring, beredar kabar bahwa dalam rangka penyederhanaan kurikulum karena pandemi, Mendikbud Nadiem Makarim bermaksud menjadikan pelajaran sejarah di sekolah sebagai mata pelajaran pilihan. Rencana ini langsung ditolak oleh Majelis Guru Mata Pelajaran (MGMP) Sejarah. Bagi Mendikbud ini mata pelajaran Sejarah termasuk mata pelajaran yang tidak penting.
Kurikulum sederhana adalah kurikulum yang berfokus pada STEM, yaitu Science, Technology, Engineering and Mathematics. Sejarah, juga seni, tidak termasuk di dalam STEM ini.
Penyederhanaan kurikulum ini membuka niat pemerintah yang sejak awal memang bermaksud untuk mengerdilkan persekolahan menjadi sekedar instrumen teknokratik penyiapan tenaga kerja trampil yang dibutuhkan investasi, terutama investasi asing. STEM adalah pembentuk semua kompetensi untuk menjalankan mesin-mesin pabrik.
Suatu ketika nanti, kompetensi berbasis STEM ini dapat sepenuhnya diambilalih oleh robot yang bekerja dengan kecerdasan buatan. Seperti robot, buruh berkecerdasan palsu akan mudah diprogram untuk kepentingan tertentu, termasuk kepentingan penguasa bersama pemilik modal. Persekolahan massal adalah proyek pemburuhan masyarakat.
Segera perlu diingat bahwa tujuan pendidikan nasional sebagai amanat Pembukaan UUD1945 adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Namun melalui persekolahan massal ini, sejak akhir 1960an hingga hari ini, pendidikan oleh Pemerintah dengan diam-diam tapi terstruktur, sistemik dan masif justru dibelokkan untuk mendungukan kehidupan bangsa.
Orang boleh terkesima dengan istilah artificial intelligence dalam internet of things, tapi kita mesti cukup waspada bahwa aplikasi AI dan IoT dalam pendidikan dapat dipakai sebagai instrumen pendunguan massal. Manusia dungu adalah manusia dengan kecerdasan buatan.