Soal kreativitas bangsa ini, Richard Florida mengatakan bahwa kreativitas sebuah kawasan ditentukan oleh 3T: kolam Talenta, Toleransi (keragaman), and Teknologi (terutama IT).
Semakin toleran dalam keberagaman sebuah bangsa, semakin terdidik masyarakatnya, dan semakin canggih infrastruktur Teknologinya, maka bangsa tersebut makin kreatif. Dengan kata lain, sebuah negara akan maju jika memilik kreativitas yg tinggi. Bangsa kreatif tidak akan menggantungkan hidupnya secara ekstraktif atas sumberdaya alamnya, tapi akan menggantungkan hidupnya pada modal buatan (modal kreatif), bukan modal alam.
Salah satu modal buatan yang penting itu adalah modal sosial. Bangsa yang kreatif melakukan investasi besar-besaran ke dalam modal sosial. Konsep modal sosial semula diperkenalkan oleh Lyda Hanifan (1916) dan diperkenalkan kembali oleh Robert Putnam (2000). Modal sosial mencakup hubungan antar manusia, rasa emphaty, regulasi dan kelembagaan serta jalinan janji-janji yang memfasilitasi dan menggerakkan berbagai interaksi antar-warga untuk membangun kehidupan yang sehat dan produktif dalam sebuah satuan sosial.
Konstitusi sebagai pernyataan kehendak yang sesuai dengan jati diri bangsa itu merupakan unsur modal sosial terpenting sebuah bangsa. Konstitusi dan perwujudannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara merupakan modal sosial terbesar sebuah masyarakat. Semua transaksi sosial bangsa itu akan berlangsung secara efisien dan efektif.
Dalam konteks inilah kita dapat memahami perayaan Iedul Adha sebagai ikhtiyar ummat Islam yang penting dalam investasi modal sosial masyarakat demokratik. Prosesi Iedul Adha adalah demonstrasi pengorbanan oleh Ibrahim as sebagai bukti kepatuhan penuhnya pada Allah swt. Ibrahim bersedia mengorbankan harta yang paling dicintainya, yaitu anaknya sendiri Ismail as; Anak yang justru telah dia tunggu-tunggu selama ini. Ismail sekaligus mencerminkan kepanjangan ego Ibrahim sendiri. Inilah teladan paripurna seorang manusia yang telah melakukan jual beli iman dengan membayarnya dengan diri (menyembelih ego) untuk memperoleh al Jannah.
Allah SWT berfirman:
اِنَّ اللّٰهَ اشْتَرٰى مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ اَنْفُسَهُمْ وَاَمْوَالَهُمْ بِاَنَّ لَهُمُ الْجَــنَّةَ ۗ يُقَاتِلُوْنَ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ فَيَقْتُلُوْنَ وَ يُقْتَلُوْنَ ۗ وَعْدًا عَلَيْهِ حَقًّا فِى التَّوْرٰٮةِ وَالْاِنْجِيْلِ وَالْقُرْاٰنِ ۗ وَمَنْ اَوْفٰى بِعَهْدِهٖ مِنَ اللّٰهِ فَاسْتَـبْشِرُوْا بِبَيْعِكُمُ الَّذِيْ بَايَعْتُمْ بِهٖ ۗ وَذٰلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيْمُ
“Sesungguhnya Allah membeli dari orang-orang mukmin, baik diri maupun harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang di jalan Allah; sehingga mereka membunuh atau terbunuh, (sebagai) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil, dan Al-Qur’an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya selain Allah? Maka bergembiralah dengan jual-beli yang telah kamu lakukan itu, dan demikian itulah kemenangan yang agung.” (QS. At-Taubah 9: 111)
Perjalanan nasf (diri AKU) ini penting dicermati. Jika puasa dimaksudkan agar diri kita dimerdekakan dari kuasa syahwat perut dan kelamin, maka diri yang merdeka bisa jatuh pada pemberhalaan ego. Ini berarti diri jatuh pada kecongkakan iblisy yang merasa lebih hebat daripada manusia dari kelompok, suku liyan. Pemberhalaan ego akan berkembang menjadi chauvinisme, nasionalisme sempit sebagai sebuah glorified tribalism. Bahaya ini penting diantisipasi karena Hitler telah pernah menjerumuskan bangsa Jerman ke pemujaan ras Arya dan bangsa Yahudi merasa menjadi bangsa pilihan yang chauvinistik.