KATARSIS.ID – Dengan alasan melindungi jamaah haji Indonesia dari terpapar covid-19, Menteri Agama RI membatalkan seluruh keberangkatan jamaah haji Indonesia ke Tanah Suci pada musim Haji 1442H ini. Hampir pasti keputusan ini menuai kekesalan, kepedihan dan kekecewaan ummat Islam Indonesia.
Calon haji, apalagi yang sudah berumur, yang sudah lama menunggu gilirannya bertahun-tahun harus menelan pil pahit karena batal berangkat. Apalagi tidak ada jaminan tahun haji berikutnya mereka masih hidup. Untuk daerah-daerah tertentu seperti Madura, Sulsel, Sumbar, dan NTB, pembatalan ini bisa berarti aib keluarga.
Ummat Islam Indonesia sebenarnya masyarakat yang sekuler. Mereka ini rajin menjalankan ritual Islam secara istiqomah, berpuasa Ramadhan, rajin ke masjid, namun masih menjadi nasabah bank konvensional, serta menjauhi politik praktis. Mereka ini secara umum apolitis.
Haji adalah bukti terakhir bahwa mereka sudah sempurna menjalani hidup sebagai muslim di Republik ini. Sungguh, pembatalan haji ini adalah pukulan keras bagi kekhusu’an mereka.
Bahkan oleh penjajah, ibadah haji yang semula menjadi semacam diklat advanced bagi sedikit tokoh aktifis dan ulama Nusantara, telah berhasil ditransformasi menjadi lebih moderat. Bahkan hari ini, haji telah menjadi sebuah bisnis pariwisata dengan kapitalisasi yang tidak kecil. Selama setahun pandemi ini, bisnis haji dan umrah cukup terpukul. Rentetan bisnis yang terpuruk di belakangnya cukup panjang. Garuda Indonesia yang selama ini menikmati revenue besar dalam melayani haji dan umrah bahkan terancam bangkrut.
Pergi haji di jaman penjajahan memerlukan waktu yang lama perjalanannya. Setelah selesai dengan semua rukun berhaji, mereka tinggal di Mekkah dalam waktu yang cukup lama untuk mempelajari Islam pada tokoh-tokoh Islam dunia. Syech Nawawi al Bantani, syech Khatib Al Minangkabawy, syech Ahmad Al Banjariy, kemudian belakangan Syech Hasyim Asy’ari dan syech Muhammad Darwis adalah beberapa tokoh nasional yang memperoleh pencerahan melalui interaksi dengan para ulama masyhur sewaktu pergi haji.
Haji Oemar Said Tjokroaminoto adalah tokoh pergerakan kebangsaan yang telah menginspirasi banyak tokoh pendiri bangsa seperti Bung Karno, Agus Salim, Kartosuwiryo dan Semaun. Jika Soekarno tidak pernah berjumpa dengan HOS Tjokroaminoto di Surabaya, mungkin dia tidak pernah menjadi proklamator.