Kanal

Pro-Kontra

Populer

Kirim Tulisan

Korupsi, Budaya Korupsi dan Nasib KPK

Mau Kemana Kita?

Fahri Hamzah telah lama melakukan deligitimasi terhadap KPK. Fahri menyudutkan KPK sebagai institusi penuh pengkhianat. Pidato Fahri yang beredar belakangan ini membongkar praktek-praktek KPK yang pilih kasih dalam mengungkap kasus. Dan juga KPK melakukan politisasi dan mencari kesempatan politik atas setiap kasus yang ada.

Memang, sejak era paska Taufik Ruki, KPK tidak tumbuh dengan baik. Era Antasari, KPK ditenggarai dengan keinginan Antasari menjadi tokoh nasional kedepannya saat itu, sebagai capres. Hal yang sama diindikasikan pada Bambang Wijayanto dan Abraham Samad, berambisi jadi Cawapres Jokowi, 2014.

Beberapa pimpinan KPK juga mengalami konflik interest karena bertemu pihak-pihak yang berkepentingan terhadap kasus yang ditangani, seperti kasus Bibit dan Chandra, juga Abraham Samad.

Era sekarang, KPK juga dibayangkan sama. Berbagai kasus, seperti Reklamasi, Sumber Waras dan Transjakarta yang dianggap mainstream di masyarakat, tidak ditindaklanjuti pimpinan KPK. Meskipun sesungguhnya tahap awal KPK memperlihatkan kemajuan besar dengan membongkar kasus suap Meikarta dan memulai adanya pidana korporasi. Namun, ternyata juga berhenti di urusan suap menyuap saja, bukan di “state actor corruption” dan kejahatan korporasinya.


Berbeda dengan Fahri Hamzah, Masinton Pasaribu, sebuah gambaran sosok yang mewakili kelompok kekuasaan yang ingin berkurangnya kekuasaan KPK, bergerak mengecilkan istilah “extra ordinary” kelembagaan KPK ini menjadi lembaga eksekutif biasa saja.

Dengan rancangan revisi dalam RUU KPK, yang diinisiasi partai-partai pemerintah saat ini, mereka berusaha agar KPK tidak lagi menjadi halangan bagi supermasi kekuasaan yang mereka raih untuk periode kedua. Tindakan mereka ini mengalami penentangan dari berbagai kalangan masyarakat, LSM dan puluhan professor.

Pengamat hukum Dr. Ahmad Yani, di sisi lain, dalam “Bukan Barang Haram Merubah UU KPK”, 2019, memandang perubahan UU KPK justru sejak awal hal yang urgen. Menurut Yani, KPK selama ini telah gagal menjalankan tugas utamanya menjadi “trigger mechanism” dalam mengkordinasikan, mensupervisi dan mensinergikan seluruh kekuatan institusi penegak hukum dalam melawan korupsi.

KPK hanya asyik sendiri dalam menjalankan fungsinya serta menikmati gegap gempita pujian dari masyarakat atas operasi operasi OTT (operasi tangkap tangan).

Sehingga rencana awal (Blue Print) KPK yang dimaksudkan era reformasi hampir sepenuhnya gagal. Korupsi-korupsi kecil ditangani, namun korupsi sesungguhnya menyangkut sumberdaya alam, perbankan, pajak, bursa effek, dan skandal hutang luar negeri tidak tersentuh.

Namun, Yani, menekankan kehadiran KPK masih diperlukan, dengan kembali ke khittoh/rancang dasar pembentukannya. Khususnya, bagaimana menemukan pimpinan KPK yang integritasnya sangat mumpuni.

Penutup

Kajian budaya masyarakat dan korupsi penting melihat bagaimana hukum dan sistem sosial politik kita dikembangkan agar budaya patrimonial dan permissif bisa disiasati. Jika ideologi kita tidak bisa menghancurkan sebuah budaya, seperti di China jaman Mao, pensiasatan hukum dan integritas elit adalah kunci utama.

Lebih jauh jika sistem sosial politik berbiaya rendah dapat dikembangkan lagi, situasi akan lebih mudah.

Secara hukum dan institusi, kajian menarik pernah dilakukan pemerintah. Kajian terhadap pemberantasan korupsi dari perspektif hukum itu, Muzakkir dkk, 2011, melihat 1) kompetisi aparat/institusi hukum semakin kuat terhadap KPK. Tugas KPK melakukan kordinasi semakin jauh dari harapan. 2) Kategorisasi Tindak Pidana Korupsi mengalami degradasi perihal sifat “extra ordinary criminal law” dan “extra ordinary crimes“.

Dalam persepektif hukum dan institusi, beberapa perbaikan tentu dapat didalami lagi.

Prinsipnya KPK perlu tetap diselamatkan. Namun, KPK juga harus refleksi agar keberlangsungan eksistensinya tidak dihadang kekuatan jahat dan rakyat masih mendukungnya.

Tulisan ini sepenuhnya tanggung jawab penulisnya. Tak sependapat dengan tulisan ini? Silahkan tulis pendapat kamu di sini

Tulisan ini sepenuhnya tanggungjawab penulisnya. Redaksi Katarsis.id tidak memiliki tanggungjawab apapun atas hal-hal yang dapat ditimbulkan tulisan tersebut, namun setiap orang bisa membuat aduan ke redaksi@katarsis.id yang akan ditindaklanjuti sebaik mungkin.

Ingin Jadi Penulis, silahkan bergabung di sini.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Dr. Syahganda Nainggolan
Dr. Syahganda Nainggolan
Direktur Eksekutif Sabang-Merauke Circle

Artikel Terkait