Melalui program manfaat ini, kata Shinto, mitra driver Go-Jek semakin mudah untuk mendaftar dan membayar iuran jaminan sosial BPJS Ketenagakerjaan. Hanya dengan Rp16.800 per bulan, mitra driver dapat menerima manfaat berupa Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKm).
Jadi Go-Jek hanya memfasilitasi aplikasi pembayaran bekerjasama dengan BPJS Ketenagakerjaan, tetapi yang membayar driver itu sendiri sebesar Rp16.800/bulan, dengan fasilitas manfaat yang didapat jika mengalami kecelakaan akibat kerja, atau kematian, berupa pelayanan kesehatan akibat kecelakaan sampai sembuh, dan santunan jika mengalami cacat serta santunan kematian.
Jika peserta meninggal dunia, ahli waris mendapatkan beasiswa pendidikan sebesar Rp12 juta, santunan sekaligus Rp16.200.000; santunan berkala 24 x Rp200.000 = Rp4.800.000 yang dibayar sekaligus; biaya pemakaman sebesar Rp3.000.000.
Apakah semua driver Ojol mengikuti JKK dan JKm tersebut?. Ternyata menurut informasi dari pihak kantor Cabang BPJS Ketenagakerjaan hanya sebagian kecil. Bahkan ada yang on-off, tiga bulan bayar, menunggak, sebulan bayar bulan berikutnya menunggak, ya tergantung hasil mengkais mereka di jalan raya.
Dimana Moralitas Perusahaan?
Sekarang mari kita hitung luar biasanya pendapatan perusahaan, dan tidak sepeser pun mengeluarkan dana perusahaan untuk perlindungan sosial, khususnya JKK, dan JKm.
Sebagaimana diutarakan di atas, pendapatan dari 20% tabungan driver, akumulasinya per hari menurut Joko Edhi, Rp1,4 miliar, sungguh daging bistik dan membuat bergizi para pemilik perusahaan Go-Jek.
Kalau misalnya pendapatan kotor driver Ojol, per hari Rp200.000, pada saat yang sama pihak perusahaan Go-Jek dapat uang sebesar Rp40.000/hari (20% x Rp200.000). Iuran JKK dan JKm adalah Rp16.800 di bagi 30 hari = Rp560/hari. Hanya harga setengah batang rokok. Jika iuran sebesar Rp560/hari tersebut dibayar oleh perusahaan maka angka tersebut hanya 1,4% .
Dengan asumsi pendapatan 20% perusahaan Go-Jek per hari adalah Rp1,4 miliar, maka angka 1,4% diatas, jika di take over oleh perusahaan, mengeluarkan uang sebesar Rp19, 6 juta. Bayangkan hanya mengeluarkan uang sebesar Rp19,6 juta/hari dari pemasukan yang dapat dikeruk sebesar Rp1,4 miliar/hari.
Di mana moralitas pemilik Ojol? Kenapa Pemerintah tidak berdaya untuk “memaksa” agar perusahaan membayar iuran JKK dan JKm tersebut? Dan merasa cukup puas dengan membantu membuka akses untuk pembayaran ke BPJS Ketenagakerjaan, tapi dari kantong driver. Oh malangnya nasib driver Ojol.
Apakah Pemerintah tidak melihat dan mendengar, banyak diantara mereka bahkan sebagian besar tidak sanggup bayar iuran, dan jika pun ada yang mengiur, terputus-putus.