Dugaan kecurangan semacam ini bukanlah hal baru dalam hal PPDB. Bukan New Normal. Setiap tahun, kasak-kusuk informasi mengenai cara-cara tak halal untuk mendaftar ke sekolah adalah hal yang biasa dipergunjingkan dan sudah menjadi rahasia umum.
Paradigma sekolah favorit yang selama ini sudah terbangun tidak mudah dihilangkan hanya dengan mengubah sistem tanpa mengevaluasi kondisi di lapangan. Dalam hal zonasi, praktek kecurangan ini tidak serta merta hilang, ia hanya mengambil bentuk lain.
Di tengah frustrasi tersebut, ada sebuah fenomena menarik yang terjadi di tahun 2020 dan pantas diberi label New Normal. Peristiwa tersebut adalah awareness yang meningkat tinggi di kalangan anak-anak muda, terutama pelajar sekolah menengah pertama (SMP) yang akan masuk ke jenjang pendidikan sekolah menengah atas (SMA), khususnya di Jawa Timur untuk melawan praktek kecurangan pendidikan.
Permasalahan Elephant in the Room yang selama ini sering terabaikan dalam diskursus mengenai pendidikan. Melalui berbagai gerakan online, mereka mengusung tagar #PPDBCurang untuk beramai-ramai bersuara perihal dugaan-dugaan kecurangan yang mereka dengar dari teman, tetangga, atau saudara mereka.
Anak-anak muda ini merasa jengah dengan kecurangan-kecurangan yang terjadi dan memutuskan untuk bersuara melalui platform media sosial mereka, maupun melalui lingkar-lingkar solidaritas yang terbangun lewat perasaan senasib.
Tidak seperti selama ini dimana seringkali para orangtua murid yang berjuang untuk anak-anaknya, kini anak-anak muda ini berani tampil ke depan dan mengambil alih perjuangan melalui ekspresi mereka. Dengan segala keterbatasan bukti otentik dan ruang gerak, mereka berusaha mengumpulkan data-data dan bukti awal yang bisa mereka temukan dan membombardir kanal-kanal yang disediakan oleh Dinas Pendidikan dengan data-data kecurangan yang mereka temukan.
Tuntutan jangka pendek mereka adalah penghentian sementara PPDB Jatim dan verifikasi ulang semua berkas yang masuk.
