Yang paling menonjol dalam kasus ini adalah otoritas negara melakukan kebohongan publik. Ketika media Tempo menginvestigasi bahwa tersangka utama KPK, Harun Masiku, ada di Indonesia pada saat OTT KPK tangal 7 Januari tersebut, Menteri Hukum dan HAM, Yosana Laoly, mengatakan bahwa Harun tidak berada di Indonesia. Pernyataan menteri ini untuk mempengaruhi opini yang terbentuk di rakyat bahwa adanya mata rantai dari isu korupsi sekjen PDIP dan Wahyu Setiawan hanya isu belaka. Wahyu hanya berhubungan dengan pemberi uang yang tidak jelas asalnya, selama Harun Masiku hilang.
Namun, dirjen imigrasi, melawan pernyataan menteri, atasannya. Dirjen imigrasi mengatakan bahwa Harun Masiku ada di Indonesia pada saat OTT KPK itu. Harun hanya pergi sehari ke luar negeri dan kembali lagi ke Indonesia.
Hari ini dirjen imigrasi dilengserkan menterinya.
Di mana posisi tanggung jawab Jokowi?
Jokowi tidak menunjukkan tanda-tanda marah ketika menterinya terkesan membela kasus korupsi. Begitu juga partainya. Sebenarnya lebih parah lagi Jokowi telah ikut serta mendorong revisi UU KPK beberapa bulan lalu. Revisi ini melemahkan KPK sekaligus melemahkan pemberantasan korupsi di Indonesia.
Omnibus Law dan Pindah Ibukota
Omnibus Law dan pindah ibukota merupakan keputusan strategis Jokowi yang tidak diumumkan dalam kampanye pilpres.
Kampanye dan janji politik dalam sistem demokrasi adalah pegangan rakyat dalam memilih presiden pada sistem demokrasi langsung. Janji kampanye itu akan dituangkan dalam RPJM (rencana pembangunan jangka menengah), karena tidak ada lagi GBHN (Garis-garis Besar Haluan Negara).
Omnibus Law dan pindah ibukota masuk dalam agenda utama Jokowi setelah menang pilpres 2019. Omnibus Law ini adalah UU induk, yang dalam hirarki perundang-undangan kita tidak dikenal. Sukarno pernah membuat UU Pokok untuk bidang agraria. Mungkin pikiran Sukarno ini mengilhami menteri agraria berbicara omnibus law beberapa tahun lalu.
Niat omnibus law adalah mempermudah investasi dan dunia bisnis di Indonesia. Dasar pemikirannya adalah negara harus melayani sebesar-besarnya kepentingan pebisnis. Kepentingan pebisnis di sektor pertanahan meliputi kepastian hukum kepemilikan tanah para konglomerat kita. Di sektor ketenagakerjaan meliputi hak hak pengusaha memecat buruh secara mudah. Di bidang efisiensi bernegara, harus dikembalikan negara dalam hirarki tunggal, atau maksudnya otonomi daerah diabaikan.
Melayani kepentingan pebisnis adalah sifat negara plutokrasi alias negara yang dikontrol para kapitalis. Dalam bahasa lebih baru, Jeffrey Sach, mengatakan korporatokrasi. Negara yang dikontrol perusahan-perusahan besar.
Buruh beberapa waktu ini marah dengan rencana omnibus law ini. Itu Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja. Mereka menolak.
Namun, para gubernur dan walikota/bupati tidak bereaksi ketika RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja akan menghancurkan prinsip demokrasi dan desentralisasi selama ini. RUU ini memberikan otoritas hirarkis kepada Presiden, lalu mendagri, lalu, Gubernur, dan lalu Bupati/Walikota, di mana otoritas di atas dapat memecat yang di bawah. Ini artinya mengembalikan Indonesia kepada sistem sentralistik jaman orde baru.
Memang hanya gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, yang sedikit gusar. Rudwan Kamil mengeluh, kenapa urusan sistem sentralistik vs. desentralisasi ini tidak dibicarakan bersama?
Urusan omnibus law sektor agraria belum muncul kepermukaan. Namun, kita ketahui bahwa tanah-tanah HGU dan pinjam pakai yang dikuasai konglomerat nantinya akan mungkin berubah menjadi lebih dikontrol swasta ketimbang negara.
Soal pindah ibukota juga muncul setelah pilpres selesai. Rakyat tidak diajak menyetujui pindah ibukota dan kemana pindahnya. Sebab, rakyat tidak tahu hal itu dalam kampanye Jokowi.
Pindahnya ibukota ke Penajam, Kaltim, sudah diputuskan Jokowi sebelum ada persetujuan DPR. Desain ibukota sudah ditenderkan. Beberapa orang penting, termasuk pangeran Uni Emirates Arab, sudah dimasukkan dalam penasehat pindah ibukota.
Rakyat hanya tahu bahwa ibukota yang akan di bangun bermanfaat buat pemberi utang baru. Karena pemberi hutang akan mendapat keuntungan mendapatkan gedung-gedung pemerintahan di Jakarta. Yang untung selain pemerintah adalah pemilik tanah di Penajam itu, yakni Sukanto Tanoto (Konglomerat yang mengatakan Indonesia hanyalah ibu tiri, sedang ibu kandungnya adalah China).
Bagaimana tanggung jawab Jokowi?
Jokowi mengatakan bahwa baik omnibus law maupun pindah ibukota tergantung DPR. Jika DPR tidak setuju, maka akan gagal.
Namun, kembali lagi bahwa DPR adalah bagiam rezim Jokowi. Yang sudah pasti seperti istilah Gus Dur, Kumpulan anak Taman Kanak Kanak, yang akan setuju saja.
Namun, resiko omnibus law adalah mempermudah Indonesia menjadi negara Plutokrasi. Dan pindah ibukota menjadikan perubahan landscape struktur bangsa kita berubah tanpa arah yang jelas.