Anggota parlemen periode 2019-2024 dilantik (01/10/2019) di tengah gelombang besar demonstrasi yang berkait berkelindan dengan isu trust. Menjadi pekerjaan rumah bagi DPR terpilih untuk mengembalikan kepercayaan publik. Salah satu alat kelengkapan DPR yang berpotensi meningkatkan public trust adalah Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) yang menjembatani DPR dengan BPK.
Bermula pada tahun 2014, BAKN pernah lahir, mati, lalu hidup lagi. Terkini BAKN dihidupkan kembali melalui UU MD3 2018 untuk menjalankan pengawasan pengelolaan keuangan negara. BAKN memiliki tugas antara lain; melakukan penelaahan terhadap temuan hasil pemeriksaan BPK dari jenis pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT). Untuk itu BAKN dibantu oleh Badan Keahlian DPR; akuntan, ahli hukum, analis keuangan, dan/atau peneliti.
Hasil telaahan tersebut disampaikan kepada Komisi dan alat kelengkapan DPR lainnya. Dalam proses tersebut BAKN dapat meminta penjelasan dari Pemerintah, Pemerintah Daerah, lembaga negara, Bank Indonesia, BUMN, BLU, BUMD, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara. Temuan-temuan, kesimpulan dan rekomendasi pemeriksaan BPK tersebut dibahas Komisi dengan Mitra Kerja; manajemen K/L dan Pemerintah agar tindak lanjutnya terukur dan tidak tertunda.
Telaahan atas hasil pemeriksaan BPK melengkapi hasil reses ataupun kegiatan “jaring asmara” para anggota DPR di berbagai wilayah dan konstituen. Kesempatan rapat anggaran dengan Mitra Kerja bisa dijadikan ajang bagi BAKN untuk meminta Mitra Kerja mempertanggungjawabkan sekaligus memperbaiki pengelolaan program atau kegiatannya. Diharapkan dengan penyampaian secara berkala hasil kerja BAKN melalui rapat paripurna, fungsi pengawasan DPR bisa lebih sistematis.
BAKN diberikan akses terhadap LHP BPK, termasuk DPRD yang bisa mengakses secara elektronik terhadap LHP dari 34 kantor Perwakilan BPK. Kesempatan ini tidak boleh dilewatkan begitu saja untuk memperkuat peran pengawasan DPR, sebagaimana disinyalir LHP BPK selama ini cenderung disimpan di laci para Pimpinan DPR. Apalagi dalam melaksanakan tugasnya, BAKN dapat meminta penjelasan BPK melalui pertemuan konsultasi. BAKN juga dapat mengusulkan kepada Komisi agar BPK melakukan pemeriksaan lanjutan.
Selain itu, peraturan bersama antara DPR dan BPK mengenai Tata Cara Penyampaian dan Penyerahan LHP BPK kepada DPR memungkinkan pimpinan alat kelengkapan DPR meminta pemeriksaan kinerja dan PDTT. DPR juga dimungkinkan memberikan masukan kepada BPK dalam rangka penyusunan rencana kerja pemeriksaan tahunan dan masukan terkait hambatan pemeriksaan. Jika diperlukan, BAKN dapat membahas kualitas laporan hasil pemeriksaan BPK, baik yang tertuang dalam laporan individual, Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS), maupun Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Lima Tahun (IHPL).
BAKN (juga Badan Akuntabilitas Publik di DPD) menjadi ujung tombak pengawasan, dimana Kementerian atau Lembaga yang tidak perform bisa dimintai pertanggungjawaban terkait program/kegiatan ataupun kebijakan yang mereka ambil. Meskipun DPR adalah lembaga yang memiliki vested interest, namun perdebatan dengan data yang akurat bisa menjadikannya lembaga yang kredibel. Hasil pemeriksaan BPK adalah informasi bernilai yang bisa dijadikan bahan untuk menilai pertanggungjawaban keuangan dan kinerja pemerintah.
Di negara seperti Australia perdebatan dinamis namun berbobot dilakukan di parlemen (ditingkahi suara mumbling partai-partai oposisi) untuk merespon penjelasan pemerintah berkuasa. Contoh populernya adalah perdebatan kegagalan program insulasi rumah di parlemen yang ditransmisikan melalui media massa, sehingga menggaung ke ranah publik. Dalam proses tersebut bisa dihindari adanya pasal-pasal selundupan, karena segala kebijakan penting diambil setelah melalui perdebatan publik yang intens.
Sebagai organ Parlemen Australia, Parlemen turut menentukan penyusunan annual audit work program ANAO (BPK-nya Australia). Program pemeriksaan ANAO disusun untuk memastikan anggaran pemerintah dibelanjakan secara bijaksana untuk mencapai tujuan kebijakan (value for money). Hasil pemeriksaan ANAO dibawa melalui pembahasan (tabling) di Parlemen untuk meminta pertanggungjawaban kementerian teknis/lembaga negara. Tak jarang dilakukan pendalaman melalui inquiry untuk mengetahui apakah penggunaan dana publik memiliki dasar kebijakan yang kuat.
Sehingga pembahasan parlemen bukan hanya terkait akuntabilitas keuangan, namun juga akuntabilitas kinerja, dan bahkan akuntabilitas kebijakan. Sebagai salah satu cabang kekuasaan yang menjalankan fungsi check and ballance, Parlemen Australia memiliki fungsi pengawasan yang kuat dengan memanfaatkan hasil-hasil pemeriksaan ANAO. Demikian pula Algemene Rakhenkhamer (BPK-nya Belanda) memiliki peran penting dalam mendorong pencapaian kinerja pemerintah. Bahkan sebagian besar pemeriksaan kinerja oleh United States-Government Accountability Office (US GAO) adalah permintaan Konggres.
Saat ini BPK sedang berupaya meningkatkan pemeriksaannya dari assurance administrasi keuangan negara menuju assurance pencapaian substansi (outcome dan dampak) program melalui pemeriksaan kinerja. Strategi tersebut disusun melalui upaya BPK merumuskan Renstra yang selaras dalam sasaran dan periode pelaksanaan RPJMN. Proses ini dilakukan seiring dengan upaya BPK menguatkan oversight (peningkatan transparansi, terwujudnya akuntabilitas, efektifitas, efisiensi dan ekonomi program pemerintah) serta mendorong terwujudnya fungsi insight (pemahaman atas kebijakan pemerintah).
Dalam konteks ini maka BAKN perlu mengikuti perkembangan BPK yang mengarahkan pemeriksaan pada level yang lebih tinggi atas pencapaian piramida kematangan sebuah lembaga pemeriksa dari sekedar transparansi dan akuntabilitas keuangan. BAKN perlu mendorong BPK menghasilkan laporan pemeriksaan untuk menilai kebijakan yang lebih baik. Kalau memungkinkan didorong pencapaian fungsi foresight (memberikan alternatif pilihan masa depan) sebagai pencapaian puncak piramida seperti di US GAO. Misalnya mencegah terjadinya krisis ekonomi melalui pemanfaatan hasil reviu transparansi fiskal pemerintah serta penyusunan postur dan kebijakan APBN yang lebih berhati-hati.
Hasil kerja BAKN diserahkan kepada pimpinan DPR dalam rapat paripurna secara berkala. Forum tertinggi tersebut agaknya perlu dilengkapi dengan mekanisme reward and punishment agar eksekutif (Kementerian/BUMN/BLU) mempertanggungjawabkan kinerjanya. Masyarakat menantikan peran BAKN yang bukan sekedar pelengkap alat kelengkapan DPR yang keberadaannya “antara hidup dan mati”. Publik mengharapkan peran signifikan BAKN dalam mengawasi pertanggungjawaban eksekutif, terkait keuangan, kinerja dan kebijakan yang unggul untuk mencapai tujuan bernegara.
*) Nico Andrianto, Alumnus Program Master of Policy and Governance, Crawford School of Public Policy, The Australian National University, Australia.