Kepala negara harus berupaya menghadirkan keadilan di tengah masyarakat, menghindari tebang pilih penerapan hukum, mendorong netralitas media arus utama, dan mewujudkan media sosial sebagai saluran yang sehat bagi interaksi seluruh warga negara.
Kekuasaan yang cenderung digunakan untuk melayani kepentingan politik harus dihilangkan, dimana alat-alat negara harus dicegah dijadikan alat kekuasaan semata. Perlu dilakukan penataan ulang sistem politik, agar biayanya menjadi murah, sehingga peran yang terlalu besar para oligarkh dalam proses politik dapat dikurangi.
Berikutnya, pemerataan kue ekonomi menjadi permasalahan urgent yang harus diselesaikan pemerintah. Tuk Indonesia melaporkan bahwa penguasaan lahan sawit ratusan ribu atau bahkan jutaan hektar oleh kelompok konglomerasi, yang dalam beberapa kasus menimbulkan konflik sosial dengan masyarakat setempat serta permasalahan lingkungan hidup. Untuk mengatasinya perlu dilanjutkan program land reform, perkuatan fungsi KPPU, ataupun kebijakan afirmatif yang mendukung masyarakat mendapatkan akses terhadap modal ekonomi dan akses pasar yang lebih baik.
Perlu didorong agar para konglomerat Indonesia berorientasi outward looking, sehingga sebagai pemain besar bisa lebih berkiprah dalam persaingan di kawasan regional, dengan memanfaatkan segenap potensi dalam negeri.
Keunggulan diplomasi Indonesia haruslah memberikan benefit bagi pertumbuhan ekonomi dan tersalurkannya produk-produk Indonesia ke negara-negara seperti Kamboja, Kongo, Sudan (Selatan), Somalia, Bosnia Herzegovina, Lebanon (Selatan), dan negara lainnya dimana pasukan perdamaian Indonesia pernah sukses di sana.
Perlu diwujudkan Indonesia incorporated, tafsiran baru semangat nasionalisme ekonomi dimana segenap komponen bangsa bersatu untuk mewujudkan keunggulan ekonomi dalam sebuah jaringan yang saling mendukung, sehingga bisa bersaing di kawasan regional dan bahkan internasional.
Perlu diwujudkan sinergi segenap potensi ekonomi dari berbagai skala, bidang usaha, dan kewirausahaan, serta produsen barang/jasa, sehingga mempercepat pertumbuhan ekonomi dan menurunkan kesenjangan. Kementerian luar negeri bisa difungsikan menjadi ujung tombak sebagai market intelligent dan memperkenalkan produk-produk nasional ke seluruh penjuru dunia.
Pemerintah perlu mencegah terjadinya braind drain, dimana potensi keunggulan anak-anak Indonesia selama ini malah dimanfaatkan oleh negara lain. Dana Rp11 ribu Trilyun milik orang Indonesia yang disimpan di berbagai negara juga perlu “dipanggil pulang” untuk mengabdi kepada negara.
Berbagai insiatif bisnis start up yang bertumpu pada penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pendayagunaan potensi dan hilirisasi produk SDA Indonesia haruslah didukung penuh, dilindungi dan diberikan insentif oleh pemerintah.
Dengan upaya ini diharapkan potensi konflik politik dan sosial internal bisa diminimalisir, mendorong konsep gotong royong di bidang ekonomi, merekatkan kembali kohesifitas sosial, sekaligus menjadi ujung tombak baru yang bukan saja menguntungkan semua pihak, namun pelan-pelan memutuskan mata rantai hegemoni asing atas perekonomian Indonesia.
Referensi:
Aspinall, Edward dan Berenschot, Ward (2019), Democracy for Sale, Elections, Clientelism, and the State in Indonesia, Cornell University Press.
Bradshaw, Samantha dan Howard, Philip N, (2019), The Global Disinformation Order 2019 Global Inventory of Organised Social Media Manipulation, The Computational Propaganda Project at the Oxford Internet Institute University of Oxford.
Muhtadi, Burhanuddin dan Eve Warburton (2020), Inequality and Democratic Support in Indonesia, Pacific Affairs: Volume 93, No. 1 March 2020.
Noorsy, Ichsanuddin (2019), Bangsa Terbelah, Penerbit Mediabaca Mandiri, Tangerang Selatan.
Robinson, Olga, Coleman, Alistair dan Sardarizadeh, Shayan, (2019), A report of anti-disinformation initiatives.
Tempo (2020), Kiprah Buzzer dan Influencer yang Diduga Digunakan lstana, Edisi 30-08-2020.
TuK Indonesia (Transformasi untuk Keadilan Indonesia), Kendali Taipan atas Grup Bisnis Kelapa Sawit di Indonesia, Jakarta.