KATARSIS.ID –Â Drakor pilpres Amerika Serikat menapaki episode baru Sabtu malam (7/11) WIB. Perolehan suara Capres Joe Biden menembus angka keramat 270 suara, dan secara teknis sudah memenangkan pilpres.
Biden memenangkan suara di negara bagian Pennsylvenia yang menjadi penentu utama yang alot berhari-hari. Dengan memenangkan Pennsylvenia, Biden meraup 279 suara dewan pemilihan (electoral college) dari total 538 suara.
Trump, sudah bisa diduga, tidak mengakui kemenangan Biden dan enggan memberikan pidato pengakuan (concession speech) yang sudah menjadi tradisi demokrasi Amerika selama dua ratus tahun.
Pada pilpres 2016 Hillary Clinton memberikan pidato pengakuan untuk kemenangan Trump pada 3 November malam setelah Trump melampaui angka keramat 270 suara.
Kali ini Trump tidak mau menyerah. Ia bersumpah akan melawan sampai titik darah penghabisan dan memprovokasi pendukungnya untuk tidak menyerah.
Kerusuhan horizontal bisa pecah setiap saat. Trump punya pendukung kulit putih yang fanatik dan terkenal rasis serta tak segan memakai kekerasan dengan memakai senjata api.
Kelompok White Supremacist ini bentrok melawan aktivis Black Lives Matter (BLM) yang didukung kulit hitam dan berwarna sejak George Floyd tewas dianiaya polisi kulit putih di Miennapolis, Mei.
Trump akan menggugat hasil pilpres ke Supreme Court (Mahkamah Agung) yang sekarang mayoritas hakim agungnya pendukung Trump. Dari sembilan hakim agung enam pendukung Trump.
Hanya enam minggu menjelang Pilpres, Trump memaksakan pengangkatan hakim agung pilihannya Amy Coney Barret untuk mengganti Ruth Bader Ginsburg yang meninggal dunia.
Pilpres 2000 antara Al Gore dari Demokrat vs George W. Bush Jr dari Republik juga diputus di Supreme Court untuk kemenangan Bush.
Terlepas dari karakter Trump yang disebut kasar, arogan, diskriminatif, dan provokatif, Pilpres kali ini membuktikan bahwa Trump masih mempunyai dukungan yang luas.
Dari sekitar 136 juta pemilih hampir separohnya memilih Trump. Selisih kemenangan suara perorangan yang dimiliki Biden tidak akan lebih dari empat atau lima juta suara.
Inilah bukti bahwa meskipun selama ini lawan politiknya menuduh brengsek dan presiden terburuk, tapi Trump tetap dipilih oleh pendukung fanatiknya dari kalangan kulit putih di daerah-daerah pinggiran.