Megawati Institut, merilis hasil risetnya tentang Oligarki Ekonomi dan Kesenjangan Sosial, akhir tahun lalu. Dikatakan bahwa cengkeraman segelintir orang atas ekonomi Indonesia terus membesar tanpa kontrol, Gini diseputaran 0,4 tidak pernah menurun dan kehidupan rakyat semakin sulit. Situasi ini hanya bisa di atasi dengan 4 hal, yang paling utama adalah reformasi kapital atau redistribusi asset.
Lebih kasar lagi, John Mc Beth, wartawan senior level Asia, yang sejak awal mendukung Jokowi, sudah mengejek Jokowi penuh kebohongan atau membesar-besarkan klaim keberhasilan. Tulisan McBeth tentang Jokowi dirilis beberapa hari lalu sebagai “Smoke and The Mirror”.
Kedua, Jokowi dendam atas kekalahannya di pilkada DKI tahun lalu. Jokowi dan pendukungnya menganggap isu identitas budaya menjadi penyebab utama. Dan mereka merencanakan ‘retaliation”, perang pembalasan.
Apabila alasan politik identitas di atas bersifat demikian, maka tema besar pertarungan 2019 akan tetap tidak bergeser dari 2014. Indonesia akan memiliki isu vertikal dan sekaligus horizontal yang sama kuatnya.
Waktu masih beberapa bulan lagi menuju pencalonan Capres/Cawapres 2019. Jokowi, Prabowo, Anies, jenderal Gatot Nurmantyo, AHY, jenderal Budi Gunawan, Muhaimin, sudah masuk dalam pusaran calon pemimpin.
Harapan kita sebagai rakyat adalah merujuk pada cita cita proklamasi, yakni demokrasi untuk kesejahteraan rakyat. Selama ini rakyat teradu domba dalam pesta demokrasi dan dipinggirkan setelah pesta itu. Hal ini semua terjadi karena bangsa ini tidak punya haluan negara. Kehilangan narasi besar. Semoga masih ada waktu untuk munculnya gagasan gagasan besar. Sebuah politik dengan narasi besar.
(Hrn)