Oleh:
Prof. Daniel Mohammad Rosyid, Guru Besar ITS Surabaya
SERUJI.CO.ID – Kita bisa dituduh melakukan kejahatan karena dua hal. Pertama, karena kita memang sengaja melakukannya. Untuk itu kita harus sanggup bertanggungjawab dengan menjalani hukuman yang setimpal. Untuk kejahatan semacam ini sebaiknya kita mengaku saja agar proses hukumnya tidak bertele-tele.
Kedua, karena kita membiarkan sebuah kejahatan terjadi tanpa kita cegah. Ini bisa terjadi karena kita gagal melihat kejahatan. Dengan kata lain kita gagal paham, tidak peka, bodoh atau dungu. Untuk kejahatan semacam ini kita harus bertobat. Pertobatan harus dimulai dengan belajar agar jeli dan peka melihat kejahatan. Belajar apa saja sebagai manusia terutama yang tidak berkaitan langsung dengan profesi kita yang menjadi sumber nafkah kita.
Jika belajar adalah sebuah proses memaknai pengalaman, maka kita perlu memupuk pengalaman, terutama pengalaman langsung. Bukan sekedar dari buku atau berita. Termasuk pengalaman melakukan kesalahan. Memaknai adalah mencari hubungan yang paling menyentuh antara apa yang AKU alami dengan AKU kita. Pengalaman adalah dongeng tentang AKU dan sekelilingKU. Sifatnya sangat pribadi. Tidak berjamaah.
Makna tertinggi yang bisa kita konstruksi adalah memasukkan Tuhan dalam dongeng tentang AKU dan sekelilingKU itu. Mengapa Tuhan? Karena Tuhan adalah satu-satunya asumsi yang tersisa jika seluruh kebenaran dalam dongeng itu kita akui tanpa kita uji lagi. Oleh karena inilah, kita perlu mengakrabi sumber-sumber berita tentang Tuhan.
Oleh karena itulah, kebodohan adalah dosa karena kebodohan membuat kita tidak peduli. Sedangkan peduli adalah tagihan atas tanggung jawab yang melekat pada kebebasan yang dianugerahkan-Nya pada kita.
Tuhan menganugerahkan kita kehendak bebas agar kita bisa ditagih untuk bertanggung jawab atas semua yang kita lakukan. Bahkan iblis dan malaikat tidak memiliki kehendak bebas itu. Oleh karena itu semua upaya untuk menghapus kebebasan harus dilawan karena tidak saja akan menghancurkan kapasitas kita untuk bertanggungjawab sebagai manusia, tapi juga karena ia merampok Tuhan.
Gunung Anyar, 9/6/2018