WARGASERUJI – Berbagai seruan baikot makan nasi Padang viral di dunia maya beberapa hari terakhir ini. Pasalnya Jokowi tidak dipilih hampir 100 persen orang Minang. Orang Padang yang bukan Minang memang menyisakan sekitar 10% ke Jokowi. Dulu, 2014, masih ada orang Minang ke Jokowi, karena faktor Jusuf Kalla ‘urang sumando’ (beristri Minang).
Kebencian pendukung Jokowi terhadap orang Minang ditantang di dunia maya. Para nitizen mengatakan “Silakan kalau tak mau makan nasi Padang, tapi apa gak rindu?”
Dari sejarah politik, orang Minang sangatlah besar pengaruhnya terhadap kemerdekaan Indonesia. Pengaruhnya ini meliputi spektrum pemikiran sosial ideologis pergerakan anti penjajahan. Kalau di ekstrim Islam, ada Mohammad Natsir, Agus Salim, Buya Hamka, Rasuna Said dlsb. Di ekstrim kiri ada Sutan Malaka alias Tan Malaka. Sementara, di tengah ada Mohammad Hatta, Dr. Sutan Syahrir dan Muhammad Yamin.
Tokoh-tokoh tersebut di atas bukan soal sejumlah nama dalam pengertian number, namun mereka adalah ideolog-ideolog besar bangsa kita. Umpamanya, suatu hari Datuk Anwar Ibrahim –tokoh perjuangan Malaysia, menceritakan, ketika dia mau direkrut menjadi bagian pergerakan Ikhwanul Muslimin yang didirikan Hasan Albana, di Mesir, Anwar menolak sambil mengatakan, “Guru saya adalah Mohammad Natsir, di Indonesia, dia tidak kalah dengan Hasan Albana”.
Di kubu kiri, Tan Malaka malah tak kalah legendarisnya. Suatu hari Bung Karno menceritakan kepada seorang tamu yang datang dari Banten, dalam situasi pergolakan kemerdekaan.
“Bung, seandainya ada orang yang lebih pantas dari saya menjadi presiden di Indonesia, maka orang itu pastinya adalah Tan Malaka,” kata Sukarno pada tamu tersebut.
Bung Karno tidak tahu bahwa orang yang dia ajak bicara adalah Tan Malaka, dalam penyamaran.
Tan Malaka adalah manusia yang ditakuti Belanda, dikejar di seluruh dunia. Dia pemuda Indonesia yang berpidato dalam Kongres Komunis International di Uni Soviet (Rusia saat ini). Tan Malaka ikut mendirikan Partai Komunis China (PKC), dia anggota Komintren (Komunis Internasional), yang buku-buku atau klipping pikiran-pikirannya ‘meracuni’ Sukarno dan kaum pergerakan menentang Belanda.
Selain cerita di atas, tentu Mohammad Hatta tak kalah pentingnya. Dia adalah bapak ekonomi kita. Manusia politik yang paling jujur. Hampir bertahun-tahun dia menyisihkan gajinya dalam tabungan untuk membeli sepatu merk Belly, sampai akhir hayat, tidak berhasil dibelinya. Bagaimana Wakil Presiden RI pertama tak bisa beli sepatu?
Lalu Dr. Syahrir apa perannya? Tentu Syahrir lah yang berunding dengan Amerika dan Barat untuk memuluskan kemerdekaan kita. Kita bisa saja katakan bambu runcing penting melawan Belanda, tapi fakta mengatakan Belanda hanya takut dengan Amerika yang mengalahkan Hitler di Eropa kala itu. Peran Syahrir adalah berunding dengan Amerika untuk kita bisa diakui sebagai bangsa merdeka.
Orang-orang Minang adalah manusia yang berjalan dengan pikirannya.
Falsafah ‘adat bersandi syarak, syarak basandi Kitabullah’ telah membuat hampir semua orang Minang hidup dalam religiusitas. Bahkan, Tan Malaka pun dalam pidato internasional Komunisnya di Moskow menganjurkan agar Komunis menerima Islam. Orang-orang kemudian menterjemahkan Tan Malaka adalah Komunis yang bertuhan.
Religiusitas orang-orang Minang dan sifat merantaunya telah menjadikan mereka pusat jaringan Islam di berbagai wilayah Indonesia. Belum lagi profesor-profesor di kampus terkemuka di Indonsia, seperti ITB, setidaknya di era 80-an, didominasi orang-orang Minang.
Bagaimana orang-orang pro Jokowi mau memboikot masakan Padang? Tahukah kalian sejarah orang Minang dan kemerdekaan kita yang saya ulas di atas?
Orang-orang Minang adalah masyarakat rasional. Mereka tidak akan tunduk pada tekanan kekuasaan atau pemboikotan nasi Padang. Kalau mereka 100% kurang sedikit tidak mendukung Jokowi, pastilah pikiran mereka yang membimbingnya. Orang-orang seperti ini hanya bisa ditundukkan dengan kebenaran dan kelembutan.
Ditulis pasca Pemilu 17 April 2019