Oleh:
Prof. Daniel Mohammad Rosyid, Guru Besar ITS Surabaya
SERUJI.CO.ID – Semua hiruk pikuk pesta demokrasi beserta berbagai akrobat politik yang kita saksikan saat ini tidak boleh melenakan kita bahwa bangsa ini semakin terjerumus ke dalam cengkraman penjajahan baru nekolimik. Negeri ini makin berkubang hutang riba, sementara sektor-sektor ekonomi penting justru dikuasai asing. Kehidupan politiknya makin pragmatis transaksional sementara masyarakatnya makin hidup dalam kemiskinan dan kedunguan berkepanjangan.
Perlu segera diingat bahwa sebuah bangsa bisa disebut merdeka dan berdaulat jika dan hanya jika mampu secara mandiri menyusun dan menyepakati sebuah konstitusi tersendiri sebagai platform kehidupan bersama, kemudian mampu mewujudkannya dalam praktek kehidupan berbangsa dan bernegara yang bermartabat dan berdaulat.
Perubahan UUD’45 secara mendasar sejak 1999 melalui serangkaian amandemen menjadi UUD2004 atas sponsor kekuatan asing nekolim sesungguhnya adalah perampasan secara diam-diam kemerdekaan yang telah diproklamasikan oleh Bung Karno dan Bung Hatta pada 17/8/1945, dan dipertegas kembali melalui Dekrit Presiden 5/7/1959. Masa reformasi terbukti adalah masa penghilangan jati diri bangsa yang sesungguhnya telah berhasil dirumuskan secara cemerlang dalam Pembukaan UUD’45. Akibatnya masa reformasi ini merupakan masa deformasi atas kehidupan berbangsa dan bernegara yang semakin parah hingga hari ini.
Keterpurukan selama 20 tahun terakhir ini harus segara menyadarkan para patriot bangsa ini, bahwa siapapun Presidennya, perjuangan untuk segera Kembali ke UUD45 sesuai rumusan Dekrit Presiden 1959 itu adalah perjuangan merebut kembali kemerdekaan kita.
Musuh kita adalah kekuatan nekolimik yang telah berhasil merekrut banyak pemimpin boneka melalui mekanisme politik yang jauh dari jiwa UUD’45. Jika kita alpa atas agenda darurat bersama bangsa ini 5tahun ke depan ini, maka negeri ini ada atau tiada akan sama saja.
Bulaksumur, 22/7/2018