Ketrampilan berpikir orde tinggi dan kritis secara lambat tapi pasti terlantar. Literasi tidak berkembang walaupun lebih lama bersekolah. Gejala ini terjadi di mana saja, termasuk di AS. Generasi era Obama lebih buruk literasinya daripada generasi Abraham Lincoln. Generasi Jokowi lebih buruk literasinya dibanding generasi Bung Karno.
Pada saat budaya belajar kita dirusak oleh persekolahan yang makin besar, secara perlahan kita justru makin tidak terdidik. Semakin banyak warga yang lulus pendidikan tinggi, bahkan pasca sarjana, namun semakin terbukti bahwa kehidupan bangsa ini semakin jauh dari cita-cita para pendiri bangsa ini.
Oleh karena itu, mengharapkan perguruan tinggi untuk melakukan desrupsi kreatif akan menghadapi kendala besar: kolam kreativitas yang makin kering yang dihasilkan sistem persekolahan yang makin merampas jiwa merdeka warga muda.
Sementara budaya belajar kita tertinggal, budaya itu kini diubah secara mendasar akibat teknologi informasi dan komunikasi. Belajar sejatinya adalah kemampuan memaknai pengalaman, lalu beradaptasi dengan perubahan. Internet membanjiri kita dengan informasi secara cepat sehingga menuntut kemampuan belajar lalu beradaptasi secara cepat pula.
Dengan mengatakan bahwa Wajib Belajar itu adalah Wajib Bersekolah, maka kesempatan belajar itu justru langka. Pendidikan bagi semua mustahil dicapai melalui persekolahan. Apalagi dengan anggaran yang terbatas. Ini bertentangan dengan kesempatan belajar yang luas yang dibawa oleh internet. Praktis tembok-tembok tinggi dan tebal sekolah itu kini sedang dilubangi oleh internet.
Ivan Illich di awal 1970an telah mengusulkan deschooling saat internet boleh dikatakan belum ada. Deschooling tidak saja memperluas kesempatan belajar bagi semua, dia juga membebaskan warga belajar dari rezim standar yang membunuh kreativitas. Melalui learning webs yang lentur dan luwes, warga muda bisa belajar sesuai bakat dan minatnya serta di manapun dia belajar, terutama di rumah atau di sanggar-sanggar, sambil bekerja atau bermasyarakat.
Dulu Ki Hadjar mewacanakan betapa penting jiwa merdeka sebagai pondasi bagi akhlaq dibentuk dalam keluarga dan masyarakat. Hemat saya, sudah tiba saatnya kita menyongsong bonus demografi dengan mengagendakan desrupsi melalui deschooling.
Sukolilo, 20/4/2018